Minggu, 23 September 2007
Rekayasa Asas Tunggal Pancasila Oleh Sebagian Kalangan DPR Merupakan Serangan Terhadap Konsep Syariah
Oleh : Fahmi AP Pane

Anggota Lembaga Penerbitan dan Media Massa DPP Partai Persatuan Pembangunan

Usulan Fraksi Golkar, PDIP dan Demokrat untuk mengubah klausul asas partai dalam UU Partai Politik dari ‘tidak boleh bertentangan’ menjadi ‘harus berasaskan’ Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 perlu diluruskan. Anggota ketiga fraksi DPR RI tersebut mengaitkan konflik, separatisme, perda bernuansa syariah, dan kerapuhan sendi negara dengan tidak dipakainya Pancasila sebagai satu-satunya asas partai (Republika, 13-14 September 2007).

Namun, rekayasa asas tunggal lebih memperlihatkan ketakutan berlebihan terhadap Islam ketimbang ingin menerapkan Pancasila. Buktinya, mereka yang berlatar belakang partai berasas Pancasila juga tidak luput dari korupsi, bahkan sempat melindungi kadernya yang menjadi terpidana korupsi, menjual aset bangsa kepada asing, menyerahkan ruang milik bangsa demi uang, liberalisasi pendidikan, dan lain-lain. Selain itu, ada kekhawatiran kemenangan partai-partai Islam, seperti terjadi di Aljazair, Palestina, Mesir, dan Turki, akan memengaruhi peta politik Indonesia. Sekalipun tidak eksplisit menyebut asas Islam sebagai penyebab konflik dan separatisme, namun opini anggota DPR dari Golkar, Idrus Marham, yang mengaitkan asas Islam dalam berpartai dengan kedua hal tersebut jelas tidak berdasar. Faktanya, Islam justru pencegah konflik dan peredam separatisme, seperti terbukti di Aceh. Setelah jatuhnya orde baru yang mewajibkan asas tunggal Pancasila, Presiden BJ Habibie mengubah strategi dengan mengembalikan keistimewaan Aceh melalui legalisasi syariah Islam, meski sebatas aspek ibadah, adat, pendidikan dan peran ulama, selain yang sudah diberlakukan, semacam hukum pernikahan, warisan, perbankan, dan lain-lain.

Implementasi syariah Islam adalah pintu masuk perdamaian Aceh. Menurut Mayjen (purn) Sulaiman AB (2005:108-109), pemerintahan Habibie menilai penerapan syariat Islam adalah alternatif solusi. Perundingan Helsinki memang menentukan, tapi tanpa penerapan syariah Islam, juga bencana gempa-tsunami, mustahil terjadi pengalihan wacana berpikir rakyat Aceh, yang sebelumnya terobsesi referendum dan kemerdekaan.

Implementasi Syariat Islam secara terbatas itu adalah counter ideas (wacana tandingan). Lahirnya UU Nomor 44/1999 dan UU Nomor 18/2001, dan akhirnya UU Nomor 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh, adalah karena disetujui oleh partai/fraksi, baik yang berasas Pancasila maupun Islam. Partai-partai berasas Pancasila (Golkar dan PDIP) adalah dua partai terbesar yang kumulasi suaranya melebihi 50 persen.

Fakta berbicara

Indonesia memang masih menghadapi persoalan konflik dan separatisme. Namun, itu terjadi di Maluku dan Papua, yang tidak didominasi kaum Muslimin dan partai berasas Islam. Sebaliknya, Golkar dan PDIP lah yang menguasai daerah yang masih menyisakan persoalan konflik dan separatisme tersebut. Golkar dan PDIP meraih 11 dan 10 kursi dari 45 kursi DPRD Provinsi Maluku. Sementara dua partai berasas Islam terbesar, PPP dan PKS hanya meraup empat dan lima kursi. Adapun di Papua yang masih kental dengan separatisme dan rekayasa negara asing, ada tiga partai dominan, yakni Golkar (15 dari 58 kursi DPRD Papua), PDIP (delapan), dan PDS (enam). PPP dan PKS masing-masing hanya mendapat satu kursi.

Selanjutnya, mengenai penerapan perda syariah, yang menjadi argumentasi penolakan asas Islam dalam berpolitik dan berpartai, antara lain disampaikan anggota DPR dari PDIP, Ganjar Pranowo. Penting dicatat, sampai saat ini hanya penerapan syariah Islam di Aceh yang dapat disebut sebagai penerapan perda-perda bernuansa atau perda-perda syariah Islam. Adapun daerah-daerah lain tidak bisa disebut menerapkan perda syariah Islam karena Islam bukan sumber hukum perda-perda tersebut, meskipun perda-perda itu juga tidak bertentangan dengan Islam.

Alasan berikutnya adalah perda-perda itu bertumpu pada penjagaan moralitas publik, serta tujuan penciptaan ketertiban dan keamanan umum, sebagai salah satu amanat UU No 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah. Bahkan, di beberapa daerah seperti Jawa Barat, perda pengaturan minuman keras dibuat sejak era Soeharto. Jika dikaitkan dengan alasan penunggalan asas partai, maka alasan munculnya perda-perda yang dianggap bernuansa syariah Islam itu justru memukul balik ide tersebut.

Daerah-daerah yang getol menerapkan perda demikian adalah daerah-daerah yang didominasi Partai Golkar, yang berasaskan Pancasila. Kita bisa telisik misalnya pada tiga daerah di Sulawesi Selatan yang dianggap termaju dalam penerapan perda yang disebut bernuansa syariah Islam, yakni Kabupaten Bulukumba, Takalar, dan Maros. Data Pemilu 2004 menunjukkan Golkar meraih 11 kursi dari 35 kursi DPRD Kabupaten Bulukumba, sedangkan PPP dan PKS meraih empat dan dua kursi. Di Kabupaten Takalar, Golkar menyapu 16 dari 30 kursi DPRD, sedangkan PPP dan PKS hanya mendapat satu dan dua kursi. Begitu pula, di Kabupaten Maros, Golkar meraup 13 dari 30 kursi, sedangkan PPP dan PKS masing-masing dua dan tiga kursi.

Ada pengecualian, di Provinsi Bali yang didominasi PDIP (28 dari 52 kursi DPRD Bali), dan Golkar (13 kursi) tidak ada penerapan perda bernuansa syariah Islam, tapi justru hukum, adat dan ibadat Hindu Bali yang mengikat semua penganut agama, termasuk Muslim. Sementara itu, di daerah Manokwari yang didominasi Golkar dan PDIP diupayakan Perda Kota Injil. Jadi, perda-perda yang disebut bernuansa syariah Islam dibuat di daerah-daerah yang didominasi partai berasas Pancasila, dan kepala daerah yang dicalonkannya. Begitu pula perda-perda berbasis agama lain, diinisiasi oleh partai-partai serupa, yang ironisnya diberlakukan untuk semua pemeluk agama.

Partisipasi politik

Rekayasa asas tunggal sebenarnya melengkapi upaya lain untuk mengembalikan hegemonic party system, seperti strategi orde baru. Rekayasa lain adalah membentuk pemilihan sistem distrik di DPRD kabupaten/kota, menghambat kepengurusan partai di level kecamatan, desa/kelurahan hingga RT/RW, pengaturan anggota DPRD oleh surat edaran mendagri dan sebagainya. Namun, itu menjadi tidak mudah karena persaingan sesama partai sekuler justru lebih keras karena pasar pemilih yang diperebutkan sama. Apalagi, Partai Demokrat dan PAN paling beruntung dengan sistem Pemilu 2004, di mana persentase perolehan kursinya jauh di atas suaranya. Mereka ‘merebut’ kursi Golkar dan PDIP. Dampak pemaksaan asas tunggal adalah turunnya partisipasi politik rakyat dalam proses politik formal, yang terlihat pada Pemilu 1997. Namun, ketika aturan asas tunggal dicabut, angka golput menurun tajam, meski naik lagi pada Pemilu 2004 akibat gagalnya partai dan lembaga-lembaga negara dalam menyerap aspirasi rakyat, membantu menyelesaikan problematika, dan meningkatkan kesejahteraannya.

Sebenarnya, telah diungkap banyak kalangan, antara lain Prof Mahfud MD (2007:243) bahwa Pancasila adalah hasil kompromi dari perjuangan pemberlakuan Islam. Karenanya, masuk akal untuk tidak mempertentangkan Islam dan Pancasila.

Ikhtisar

* Ide sebagian kalangan di DPR soal penyeragaman asas parpol yakni Pancasila perlu mendapat pelurusan.
* Tuduhan bahwa asas Islam dalam parpol menjadi pemicu konflik, separatisme, dan wacana perda bernuansa syariah Islam, sangat tidak beralasan.
* Fakta menunjukkan bahwa konflik, separatisme, dan wacana perda syariah justru muncul di daerah yang parpol berasas Pancasilanya kuat.
* Penyeragaman asas sangat berpotensi menurunkan partisipasi politik masyarakat.

Sumber: http://www.republika.co.id/kolom_detail.asp?id=307525&kat_id=16


Label:


Baca Selengkapnya!
 
posted by Gerakan Mahasiswa Pembebasan Kom. UNM at 23.07 | Permalink | 1 comments
Selasa, 11 September 2007
slamofobia di Prancis, "Kami Ingin Bebas. Kami Perangi Islam."
Sejumlah stiker anti Islam disebarkan kelompok kanan ekstrim Prancis. Tulisannya berbunyi, “Saya ingin bebas. Saya perang melawan Islam. ”

Ada sekurangnya 20 ribu orang kelompok ekstrim kanan Prancis bertekad datang dari berbagai neara Eropa untuk berkumpul di depan gedung Uni Eropa di Belgia, satu hari sebelum datangnya bulan Ramadhan.

Mereka juga menentang apa yang disebut proyek Islamisasi Eropa, karena mereka merasakan ada arus besar pemeluk Islam baru di Jerman yang benar-benar mendapat sorotan sayap keamanan Jerman. Sebelumnya aksi anti Islam juga terjadi melalui pembuatan kartun pelecehan terhadap Rasulullah saw dari media massa di Swedia. Seluruhnya terjadi menjelang Ramadhan.

Menjelang bulan Ramadhan ini, di Prancis dan Eropa secara umum memang situasinya menjadi tegang. Menurut Sami Dabah, Jubir Koalisi Perlawanan Islamophobia di Prancis, “Sudah sangat jelas, perhatian terhadap Islam seperti di blow up, tapi tentu dengan kaca mata hitam dan pandangan negatif yang dilakukan media massa melalui kutipan sejumlah informasi keamanan untuk menentang orang Muslim. ”

Koalisi Melawan Islamofobia di Prancis sudah mengeluarkan pernyataan sikap yang menegaskan protesnya terhadap laporan keamanan yang disebarkan di sejumlah media massa Prancis. Laporan keamanan yang disampaikan lewat media massa itu sangat provokatif karena antara lain menyebutkan, “Banyak lokasi bisnis khusus untuk menjual daging halal di Prancis menjadi saluran pendanaan bagi terorisme”

Islamofobia menurut Sami Dabah telah mempengaruhi lembaga negara Prancis. Sebelumnya orang-orang anti Islam hanya melakukan tuduhan terkait terorisme, tapi kini mereka sudah menyentuh langsung simbol-simbol Islam. Misalnya saja, ketika ada seorang perempuan berjilbab masuk ke sebuah gedung pemerintah untuk mengurus keperluannya, maka yang pertama dilakukan petugas dalam gedung adalah, “Tolong lepaskan jilbabmu. Ini Prancis…

Sumber : eramuslim.com

Label:


Baca Selengkapnya!
 
posted by Gerakan Mahasiswa Pembebasan Kom. UNM at 10.55 | Permalink | 0 comments
Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Adian Husaini : Islam Tidak Sama dengan Agama Monoteisme
Banyak kalangan yang salah paham tentang Islam. Akhir-akhir ini mereka mensejajarkan Islam dengan agama-agama lain, termasuk dalam hal keimanan kepada Allah.

”Banyak buku yang ditulis akademisi Muslim menjadikan Islam sebagai agama monoteisme. Padahal Islam bukan agama monoteisme, ” ujar Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) Adian Husaini.

Menurutnya, Islam adalah agama wahyu. Karena itu, ia berbeda dengan agama-agama lain yang mengklaim sebagai agama monoteisme. Jadi memasukkan Islam sebagai agama monoteis itu tidak benar.

”Islam itu berdasarkan tauhid, dan tauhid itu bukan monoteisme. Kalau tauhid itu hanya Allah Swt yang diesakan. Berbeda dengan monoteisme. Monoteisme itu mengesakan siapa saja, termasuk mengesakan batu atau Fir’aun, ” paparnya.

Terminologi demikian, kata kandidat doktor Universitas Islam Antarbangsa (UIA) Malaysia, berawal dari buku-buku yang ditulis para oroientalis dan disadur atau dikutip mentah-mentah oleh para sarjana Muslim yang belajar ke Barat. Di sisi lain, banyak alumni Timur Tengah yang tidak kritis terhadap masalah ini. ”Ini soal serius, soal aqidah umat, ” tegas Adian.

Akibat ketidakpahaman dan kesalahan ini, maka wajar saja bila saat ini kajian Islam di banyak perguruan tinggi (Islam), agama wahyu ini dibahas sebagaimana ilmu-ilmu lain. ”Semua konsep iman dalam Islam dibongkar. Padahal antara ilmu-ilmu keIslaman punya standar yang tidak sama dengan ilmu-ilmu alam dan sosial” tegasnya.

Dampak selanjutnya, terang Adian, banyak sarjana Islam yang pemahaman Islamnya mengikuti framework orientalis. Mereka tidak lagi meyakini Islam sebagai satu-satunya agama yang benar.

Sementara itu Direktur Institute for The Study Thought and Civilization (INSIST) Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi menyatakan, agar kita tidak terseret pada pla pikir orientalis Barat, maka wordlview kita harus berdasarkan nilai tauhid.

''Wordlview Islam itu adalah aqidah fikriyyah atau kepercayaan yang berdasarkan pada akal, yang asasnya adalah keesaan Tuhan (tawhid/shahadah), yang terbentuk dalam pikiran dan hati setiap Muslim dan berpengaruh terhadap pandangannya tentang keseluruhan aspek kehidupan terutamanya tentang realitas dan kebenaran, " paparnya.

Sederhananya, tegasnya, Pandangan Hidup Islam itu adalah ”Ilmu, Iman, ’Amal” menyatu. Ia menjelaskan bahwa ilmu harus mendahului iman. Sedangkan ’amal tidak boleh lepas dari ilmu dan iman.

Ia menambahkan, ketika orang bersyahadat, ia harus mengawalinya dengan penuh kesadaran. Kata asyhadu, ”aku bersaksi” adalah menyaksikan dengan penuh kesadaran, keyakinan dan pengetahuan (cara pandang). Cara pandang ini mempengaruhi cara manusia melihat realitas atau segala yang wujud.

Menurutnya, definisi yang lebih teknis dan epistemologis adalah bahwa konsep-konsep Islam, apabila dikumpulkan, merupakan cara pandang yang khas dan itu juga menunjukkan cara kerja secara intelektual, saintifik dan spiritual, yang bermuara kepada konsep ”Tuhan”.

Dari konsep Tuhan inilah kemudian lahirlah konsep kehidupan, konsep dunia, konsep manusia, konsep nilai, konsep ilmu dan seterusnya.
Berbicara masalah konsep ilmu dan manusia, muncullah pendidikan; berbicara konsep manusia dan nilai, lahirlah hukum; berbicara konsep nilai dan dunia, lahirlah politik; berbicara konsep dunia dan kehidupan, lahirlah ekonomi; dan berbicara konsep kehidupan dan ilmu, lahirlah ilmu dan teknologi. Kesemuanya itu saling terkait satu dengan yang lainnya, dan bermuara kepada konsep ketuhanan.

Di sinilah, sambung Pembantu Rektor III Institut Darussalam, Gontor, konsep ”tauhid” memberikan makna yang lebih komprehensif; tidak saja mempercayai Allah sebagai yang Esa, tapi juga mengakui kesatuan dan keintegralan sistem yang terdapat di tengah-tengah makhluk-Nya

Sumber : Hidayatullah.com

Label: ,


Baca Selengkapnya!
 
posted by Gerakan Mahasiswa Pembebasan Kom. UNM at 10.34 | Permalink | 0 comments
Minggu, 09 September 2007
MENELUSURI DEFINISI KHILAFAH
Pengertian Bahasa Khilafah

Khilafah menurut makna bahasa merupakan mashdar dari fi’il madhi khalafa, berarti : menggantikan atau menempati tempatnya (Munawwir, 1984:390). Makna khilafah menurut Ibrahim Anis (1972) adalah orang yang datang setelah orang lain lalu menggantikan tempatnya (jaa`a ba’dahu fa-shaara makaanahu) (Al-Mu’jam Al-Wasith, I/251).

Dalam kitab Mu’jam Maqayis Al-Lughah (II/210) dinyatakan, khilafah dikaitkan dengan penggantian karena orang yang kedua datang setelah orang yang pertama dan menggantikan kedudukannya. Menurut Imam Ath-Thabari, makna bahasa inilah yang menjadi alasan mengapa as-sulthan al-a’zham (penguasa besar umat Islam) disebut sebagai khalifah, karena dia menggantikan penguasa sebelumnya, lalu menggantikan posisinya (Tafsir Ath-Thabari, I/199).

Imam Al-Qalqasyandi mengatakan, menurut tradisi umum istilah khilafah kemudian digunakan untuk menyebut kepemimpinan agung (az-za’amah al-uzhma), yaitu kekuasaan umum atas seluruh umat, pelaksanaan urusan-urusan umat, dan pemikulan tugas-tugas mereka (Al-Qalqasyandi, Ma`atsir Al-Inafah fi Ma’alim Al-Khilafah, I/8-9).

Pengertian Syar’i Khilafah

Dalam pengertian syariah, Khilafah digunakan untuk menyebut orang yang menggantikan Nabi SAW dalam kepemimpinan Negara Islam (ad-dawlah al-islamiyah) (Al-Baghdadi, 1995:20). Inilah pengertiannya pada masa awal Islam. Kemudian, dalam perkembangan selanjutnya, istilah Khilafah digunakan untuk menyebut Negara Islam itu sendiri (Al-Khalidi, 1980:226).

Pemahaman ini telah menjadi dasar pembahasan seluruh ulama fiqih siyasah ketika mereka berbicara tentang “Khilafah” atau “Imamah”. Dengan demikian, walaupun secara literal tak ada satu pun ayat Al-Qur`an yang menyebut kata “ad-dawlah al-islamiyah” (negara Islam), bukan berarti dalam Islam tidak ada konsep negara. Atau tidak mewajibkan adanya Negara Islam. Para ulama terdahulu telah membahas konsep negara Islam atau sistem pemerintahan Islam dengan istilah lain yang lebih spesifik, yaitu istilah Khilafah/Imamah atau istilah Darul Islam (Lihat Dr. Sulaiman Ath-Thamawi, As-Sulthat Ats-Tsalats, hal. 245; Dr. Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, IX/823).

Hanya saja, para ulama mempunyai sudut pandang yang berbeda-beda ketika memandang kedudukan Khilafah (manshib Al-Khilafah). Sebagian ulama memandang Khilafah sebagai penampakan politik (al-mazh-har as-siyasi), yakni sebagai institusi yang menjalankan urusan politik atau yang berkaitan dengan kekuasaan (as-sulthan) dan sistem pemerintahan (nizham al-hukm). Sementara sebagian lainnya memandang Khilafah sebagai penampakan agama (al-mazh-har ad-dini), yakni institusi yang menjalankan urusan agama. Maksudnya, menjalankan urusan di luar bidang kekuasaan atau sistem pemerintahan, misalnya pelaksanaan mu’amalah (seperti perdagangan), al-ahwal asy-syakhshiyyah (hukum keluarga, seperti nikah), dan ibadah-ibadah mahdhah. Ada pula yang berusaha menghimpun dua penampakan ini. Adanya perbedaan sudut pandang inilah yang menyebabkan mengapa para ulama tidak menyepakati satu definisi untuk Khilafah (Al-Khalidi, 1980:227).

Sebenarnya banyak sekali definisi Khilafah yang telah dirumuskan oleh oleh para ulama. Berikut ini akan disebutkan beberapa saja definisi Khilafah yang telah dihimpun oleh Al-Khalidi (1980), Ali Belhaj (1991), dan Al-Baghdadi (1995) :

Pertama, menurut Imam Al-Mawardi (w. 450 H/1058 M), Imamah ditetapkan bagi pengganti kenabian dalam penjagaan agama dan pengaturan urusan dunia (Al-Ahkam As-Sulthaniyah, hal. 3).

Kedua, menurut Imam Al-Juwayni (w. 478 H/1085 M), Imamah adalah kepemimpinan yang bersifat menyeluruh (riyasah taammah) sebagai kepemimpinan yang berkaitan dengan urusan khusus dan urusan umum dalam kepentingan-kepentingan agama dan dunia (Ghiyats Al-Umam, hal. 15).

Ketiga, menurut Imam Al-Baidhawi (w. 685 H/1286 M), Khilafah adalah pengganti bagi Rasulullah SAW oleh seseorang dari beberapa orang dalam penegakan hukum-hukum syariah, pemeliharaan hak milik umat, yang wajib diikuti oleh seluruh umat (Hasyiyah Syarah Al-Thawali’, hal.225).

Keempat, menurut ‘Adhuddin Al-Iji (w. 756 H/1355 M), Khilafah adalah kepemimpinan umum (riyasah ‘ammah) dalam urusan-urusan dunia dan agama, dan lebih utama disebut sebagai pengganti dari Rasulullah dalam penegakan agama (I’adah Al-Khilafah, hal. 32).

Kelima, menurut At-Taftazani (w. 791 H/1389 M), Khilafah adalah kepemimpinan umum dalam urusan agama dan dunia, sebagai pengganti dari Nabi SAW dalam penegakan agama, pemeliharaan hak milik umat, yang wajib ditaati oleh seluruh umat (Lihat Al-Iji, Al-Mawaqif, III/603; Lihat juga Rasyid Ridha, Al-Khilafah, hal. 10).

Keenam, menurut Ibnu Khaldun (w. 808 H/1406 M), Khilafah adalah pengembanan seluruh [urusan umat] sesuai dengan kehendak pandangan syariah dalam kemaslahatan-kemaslahatan mereka baik ukhrawiyah, maupun duniawiyah yang kembali kepada kemaslahatan ukhrawiyah (Al-Muqaddimah, hal. 166 & 190).

Ketujuh, menurut Al-Qalqasyandi (w. 821 H/1418 M), Khilafah adalah kekuasaan umum (wilayah ‘ammah) atas seluruh umat, pelaksanaan urusan-urusan umat, serta pemikulan tugas-tugasnya (Ma`atsir Al-Inafah fi Ma’alim Al-Khilafah, I/8).

Kedelapan, menurut Al-Kamal ibn Al-Humam (w. 861 H/1457 M), Khilafah adalah otoritas (istihqaq) pengaturan umum atas kaum muslimin (Al-Musamirah fi Syarh Al-Musayirah, hal. 141).

Kesembilan, menurut Imam Ar-Ramli (w. 1004 H/1596 M), khalifah adalah al-imam al-a’zham (imam besar), yang berkedudukan sebagai pengganti kenabian, dalam penjagaan agama dan pengaturan urusan dunia (Nihayatul Muhtaj ila Syarh Al-Minhaj, VII/289).

Kesepuluh, menurut Syah Waliyullah Ad-Dahlawi (w. 1176 H/1763 M), Khilafah adalah kepemimpinan umum (riyasah ‘ammah) ... untuk menegakkan agama dengan menghidupkan ilmu-ilmu agama, menegakkan rukun-rukun Islam, melaksanakan jihad...melaksanakan peradilan (qadha`), menegakkan hudud... sebagai pengganti (niyabah) dari Nabi SAW (dikutip oleh Shadiq Hasan Khan dalam Iklil Al-Karamah fi Tibyan Maqashid Al-Imamah, hal. 23).

Kesebelas, menurut Syaikh Al-Bajuri (w. 1177 H/1764 M), Khilafah adalah pengganti (niyabah) dari Nabi SAW dalam umumnya kemaslahatan-kemaslahatan kaum muslimin (Tuhfah Al-Murid ‘Ala Jauhar At-Tauhid, II/45).

Keduabelas, menurut Muhammad Bakhit Al-Muthi’i (w. 1354 H/1935 M), seorang Syaikh Al-Azhar, Imamah adalah kepemimpinan umum dalam urusan-urusan dunia dan agama (I’adah Al-Khilafah, hal. 33).

Ketigabelas, menurut Mustafa Shabri (w. 1373 H/1953 M), seorang Syaikhul Islam pada masa Daulah Utsmaniyah, Khilafah adalah pengganti dari Nabi SAW dalam pelaksanaan apa yang dibawa Nabi SAW berupa hukum-hukum syariah Islam (Mawqif Al-Aql wa Al-‘Ilm wa Al-‘Alim, IV/363).

Keempatbelas, menurut Dr. Hasan Ibrahim Hasan, Khilafah adalah kepemimpinan umum dalam urusan-urusan agama dan dunia sebagai pengganti dari Nabi SAW (Tarikh Al-Islam, I/350).
Analisis Definisi

Dari keempatbelas definisi yang telah disebutkan di atas, dapat dilihat sebetulnya ada 3 (tiga) kategori definisi, yaitu :

Pertama, definisi yang lebih menekankan pada penampakan agama (al-mazh-har ad-dini). Jadi, Khilafah lebih dipahami sebagai manifestasi ajaran Islam dalam pelaksanaan urusan agama. Misalnya definisi Al-Iji. Meskipun Al-Iji menyatakan bahwa Khilafah mengatur urusan-urusan dunia dan urusan agama, namun pada akhir kalimat, beliau menyatakan,”Khilafah lebih utama disebut sebagai pengganti dari Rasulullah dalam penegakan agama.”

Kedua, definisi yang lebih menekankan pada penampakan politik (al-mazh-har as-siyasi). Di sini Khilafah lebih dipahami sebagai manifestasi ajaran Islam berupa pelaksanaan urusan politik atau sistem pemerintahan, yang umumnya diungkapkan ulama dengan terminologi “urusan dunia” (umuur ad-dunya). Misalnya definisi Al-Qalqasyandi. Beliau hanya menyinggung Khilafah sebagai kekuasaan umum (wilayah ‘ammah) atas seluruh umat, tanpa mengkaitkannya dengan fungsi Khilafah untuk mengatur “urusan agama”.

Ketiga, definisi yang berusaha menggabungkan penampakan agama (al-mazh-har ad-dini) dan penampakan politik (al-mazh-har as-siyasi). Misalnya definisi Khilafah menurut Imam Al-Mawardi yang disebutnya sebagai pengganti kenabian dalam penjagaan agama dan pengaturan urusan dunia.

Dengan menelaah seluruh definisi tersebut secara mendalam, akan kita dapati bahwa secara global berbagai definisi tersebut lebih berupa deskripsi realitas Khilafah dalam dataran empirik (praktik) --misalnya adanya dikotomi wilayah “urusan dunia” dan “urusan agama”-- daripada sebuah definisi yang bersifat syar’i, yang diturunkan dari nash-nash syar’i. Selain itu, definisi-definisi tersebut kurang mencakup (ghayru jaami’ah). Sebab definisi Khilafah seharusnya menggunakan redaksi yang tepat yang bisa mencakup hakikat Khilafah dan keseluruhan fungsi Khilafah, bukan dengan redaksi yang lebih bersifat deskriptif dan lebih memberikan contoh-contoh, yang sesungguhnya malah menyempitkan definisi. Misalnya ungkapan bahwa Khilafah bertugas menghidupkan ilmu-ilmu agama, menegakkan rukun-rukun Islam, melaksanakan jihad, melaksanakan peradilan (qadha`), menegakkan hudud, dan seterusnya. Bukankah definisi ini menjadi terlalu rinci yang malah dapat menyulitkan kita menangkap hakikat Khilafah? Juga bukan dengan redaksi yang terlalu umum yang cakupannya justru sangat luas. Misalnya ungkapan bahwa Khilafah mengatur “umumnya kemaslahatan-kemaslahatan kaum muslimin”. Atau bahwa Khilafah mengatur “kemaslahatan-kemaslahatan duniawiyah dan ukhrawiyah”. Bukankah ini ungkapan yang sangat luas jangkauannya?

Sesungguhnya, untuk menetapkan sebuah definisi, sepatutnya kita perlu memahami lebih dahulu, apakah ia definisi syar’i (at-ta’rif asy-syar’i) atau definisi non-syar’i (at-ta’rif ghayr asy-syar’i) (Zallum, 1985:51). Definisi syar’i merupakan definisi yang digunakan dalam nash-nash Al-Qur`an dan As-Sunnah, semisal definisi sholat dan zakat. Sedang definisi non-syar’i merupakan definisi yang tidak digunakan dalam nash-nash Al-Qur`an dan As-Sunnah, tetapi digunakan dalam disiplin ilmu tertentu atau kalangan ilmuwan tertentu, semisal definisi isim, fi’il, dan harf (dalam ilmu Nahwu-Sharaf). Contoh lainnya misalkan definisi akal, masyarakat, kebangkitan, ideologi (mabda`), dustur (UUD), qanun (UU), hadharah (peradaban), madaniyah (benda sarana kehidupan), dan sebagainya

Jika definisinya berupa definisi non-syar’i, maka dasar perumusannya bertolak dari realitas (al-waqi’), bukan dari nash-nash syara’. Baik ia realitas empirik yang dapat diindera atau realitas berupa kosep-konsep yang dapat dijangkau faktanya dalam benak. Sedang jika definisinya berupa definisi syar’i, maka dasar perumusannya wajib bertolak dari nash-nash syara’ Al-Qur`an dan As-Sunnah, bukan dari realitas. Mengapa? Sebab, menurut Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani, definisi syar’i sesungguhnya adalah hukum syar’i, yang wajib diistimbath dari nash-nash syar’i (Ay-Syakhshiyyah Al-Islamiyah, III/438-442; Al-Ma’lumat li Asy-Syabab, hal. 1-3). Jadi, perumusan definisi syar’i, misalnya definisi sholat, zakat, haji, jihad, dan semisalnya, wajib merujuk pada nash-nash syar’i yang berkaitan dengannya.

Apakah definisi Khilafah (atau Imamah) merupakan definisi syar’i? Jawabannya, ya. Sebab nash-nash syar’i, khususnya hadits-hadits Nabi SAW, telah menggunakan lafazh-lafazh “khalifah” dan “imam” yang masih satu akar kata dengan kata Khilafah/Imamah. Misalnya hadits Nabi, “Jika dibaiat dua orang khalifah, maka bunuhlah yang terakhir dari keduanya.” (Shahih Muslim, no. 1853). Imam Al-Bukhari dalam Shahihnya telah mengumpulkan hadits-hadits tentang Khilafah dalam Kitab Al-Ahkam. Sedang Imam Muslim dalam Shahihnya telah mengumpulkannya dalam Kitab Al-Imarah (Ali Belhaj, 1991:15). Jelaslah, bahwa untuk mendefinisikan Khilafah, wajiblah kita memperhatikan berbagai nash-nash ini yang berkaitan dengan Khilafah.

Dengan menelaah nash-nash hadits tersebut, dan tentunya nash-nash Al-Qur`an, akan kita jumpai bahwa definisi Khilafah dapat dicari rujukannya pada 2 (dua) kelompok nash, yaitu :

Kelompok Pertama, nash-nash yang menerangkan hakikat Khilafah sebagai sebuah kepemimpinan umum bagi seluruh kaum muslimin di dunia.

Kelompok Kedua, nash-nash yang menjelaskan tugas-tugas khalifah, yaitu : (1) tugas menerapkan seluruh hukum-hukum syariah Islam, (2) tugas mengemban dakwah Islam di luar tapal batas negara ke seluruh bangsa dan umat dengan jalan jihad fi sabilillah

Nash kelompok pertama, misalnya nash hadits,”Maka Imam yang [memimpin] atas manusia adalah [bagaikan} seorang penggembala dan dialah yang bertanggung jawab terhadap gembalaannya (rakyatnya).” (Shahih Muslim, XII/213; Sunan Abu Dawud, no. 2928, III/342-343; Sunan At-Tirmidzi, no. 1705, IV/308). Ini menunjukkan bahwa Khilafah adalah sebuah kepemimpinan (ri`asah/qiyadah/imarah). Adapun yang menunjukkan bahwa Khilafah bersifat umum untuk seluruh kaum muslimin di dunia, misalnya hadits Nabi yang mengharamkan adanya lebih dari satu khalifah bagi kaum muslimin seperti telah disebut sebelumnya (Shahih Muslim no. 1853). Ini berarti, seluruh kaum muslimin di dunia hanya boleh dipimpin seorang khalifah saja, tak boleh lebih. Dan kesatuan Khilafah untuk seluruh kaum muslimin di dunia sesungguhnya telah disepakati oleh empat imam madzhab, yakni Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Asy-Syafi’i, dan Imam Ahmad, rahimahumullah (Lihat Abdurrahman Al-Jaziri, Al-Fiqh ‘Ala Al-Madzahib Al-Arba’ah, V/308; Muhammad ibn Abdurrahman Ad-Dimasyqi, Rahmatul Ummah fi Ikhtilaf Al-A`immah, hal. 208).

Nash kelompok kedua, adalah nash-nash yang menjelaskan tugas-tugas khalifah, yang secara lebih rinci terdiri dari dua tugas berikut :

Pertama, tugas khalifah menerapkan seluruh hukum syariah Islam atas seluruh rakyat. Hal ini nampak dalam berbagai nash yang menjelaskan tugas khalifah untuk mengatur muamalat dan urusan harta benda antara individu muslim (QS Al-Baqarah:188, QS An-Nisaa`:58), mengumpulkan dan membagikan zakat (QS At-Taubah:103), menegakkan hudud (QS Al-Baqarah:179), menjaga akhlaq (QS Al-Isra`:32), menjamin masyarakat dapat menegakkan syiar-syiar Islam dan menjalankan berbagai ibadat (QS Al-Hajj:32), dan seterusnya.

Kedua, tugas khalifah mengemban dakwah Islamiyah ke seluruh dunia dengan jihad fi sabilillah. Hal ini nampak dalam banyak nash yang menjelaskan tugas khalifah untuk mempersiapkan pasukan perang untuk berjihad (QS Al-Baqarah:216), menjaga tapal batas negara (QS Al-Anfaal:60), memantapkan hubungan dengan berbagai negara menurut asas yang dituntut oleh politik luar negeri, misalnya mengadakan berbagai perjanjian perdagangan, perjanjian gencatan senjata, perjanjian bertetangga baik, dan semisalnya (QS Al-Anfaal:61; QS Muhammad:35).

Berdasarkan dua kelompok nash inilah, dapat dirumuskan definisi Khilafah secara lebih mendalam dan lebih tepat. Jadi, Khilafah adalah kepemimpinan umum bagi kaum muslimin seluruhnya di dunia, untuk menegakkan hukum-hukum syariah Islam dan mengemban dakwah Islamiyah ke seluruh dunia. Definisi inilah yang telah dirumuskan oleh Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani (w. 1398 H/1977 M) dalam kitab-kitabnya, misalnya kitab Al-Khilafah (hal. 1), kitab Muqaddimah Ad-Dustur (bab Khilafah) hal. 128, dan kitab Asy-Syakshiyyah Al-Islamiyah, Juz II hal. 9. Menurut beliau juga, istilah Khilafah dan Imamah dalam hadits-hadits shahih maknanya sama saja menurut pengertian syar’i (al-madlul asy-syar’i).

Definisi inilah yang beliau tawarkan kepada seluruh kaum muslimin di dunia, agar mereka sudi kiranya untuk mengambilnya dan kemudian memperjuangkannya supaya menjadi realitas di muka bumi, menggantikan sistem kehidupan sekuler yang kufur saat ini. Pada saat itulah, orang-orang beriman akan merasa gembira dengan datangnya pertolongan Allah. Dan yang demikian itu, sungguh, tidaklah sulit bagi Allah Azza wa Jalla.

wassalam


Label:


Baca Selengkapnya!
 
posted by Gerakan Mahasiswa Pembebasan Kom. UNM at 13.33 | Permalink | 2 comments
Jumat, 07 September 2007
Kisah Penderitaan Dari Guantanamo
Muslim yang di penjara kepulauan Karibia itu diperlakukan laksana hewan. Sementara hak-hak agama mereka dilecehkan. Tapi mahkamah Tuhan kelak mencatatnya

Hampir setahun disekap seperti binatang, Moazzam Begg dikeluarkan dari Guantanamo. Warga Inggris itu ditangkap di Afghanistan saat melakukan berbagai kegiatan kemanusiaan untuk membantu bangsa yang terus-terusan berusaha dijajah orang itu. Tanpa proses hukum apa-apa ia disekap dan dibawa ke penjara itu selama hampir 2 tahun ini.

“Sampai hari ini, saya masih belum tahu, kejahatan apa yang saya lakukan. Saya mulai kalah melawan depresi dan keputusasaan,” katanya sesudah bebas. Menurut pengacaranya, Clive Stafford Smith, akhirnya kliennya memang “mengaku” terlibat rencana-rencana Al-Qaidah untuk ikut menyiapkan pesawat yang akan diledakkan, dan menyebarkan virus Anthrax di gedung parlemen Inggris. Namun, Smith yang membela semua warga Inggris di Guantanamo, menegaskan pengakuan itu terpaksa dilakukan.

"Jika Anda disekap sendirian selama berbulan-bulan, Anda akan melakukan apa saja agar bisa keluar,” katanya. “Bagian dari ‘Dunia Ajaib Alice’ ini, jika Anda ingin segera dibawa keluar untuk diadili, dan didampingi pengacara, maka Anda harus mengaku bersalah dulu.”

Moazzam termasuk enam orang pertama yang dikeluarkan dari Guantanamo, dan mendapat kepastian akan diadili. Kepastian untuk diadili adalah sejenis harta karun termahal di Guantanamo. “Kami pernah diberi tahu, semua yang masuk ke sana akan mendekam selama 150 tahun,” kata Suleiman Shah, 30 tahun, bekas pejuang Thaliban dari Kandahar yang sempat merasakan Guantanamo selama 14 bulan. Mungkin saja ungkapan itu merupakan intimidasi dari interogator, tapi efektif.

"Saya pernah mencoba bunuh diri,” ujar Shah Muhammad, 20 tahun. Pemuda Pakistan ini ditangkap di utara Afghanistan Nopember 2001, lalu diserahkan kepada serdadu Amerika dan diterbangkan ke Guantanamo January 2002. "Empat kali saya mencoba bunuh diri, karena jijik dengan hidup saya.”

"Bunuh diri bertentangan dengan Islam," tambahnya, "tapi hidup di sana sangat sengsara. Banyak yang melakukannya. Mereka memperlakukan saya sebagai penjahat, padahal saya tidak bersalah. " Shah Muhammad sudah dilepas dan dikembalikan ke Afghanistan. Tentu saja ia akan terus di bawah pengawasan intelijen.

Dalam waktu 18 bulan sejak kamp tahanan itu dioperasikan Januari 2002, sudah terjadi lebih dari 28 kali usaha bunuh diri, tidak satupun berhasil, tapi satu orang diantaranya kini masih koma dengan jaringan otak yang rusak.

Pangkalan militer di Teluk Guantanamo itu luasnya 117 km per segi. Di dalamnya ada “Penjara Delta” atau biasa juga disebut “Kamp Sinar-X” yang merupakan instalasi militer AS di kepulauan yang menyatu dengan Kuba itu. Meskipun sepenuhnya dikendalikan AS, tanah di ujung timur Kuba itu sendiri sebenarnya bukan milik resmi AS. Sejak tahun 1903, kedua negara “bersepakat” memberikan AS otoritas penuh untuk mangkal di situ dengan membayar 2.000 keping emas setiap tahunnya, kini setara US$ 4.085, tak peduli inflasi tak peduli rezim berganti, sampai kiamat harganya tetap segitu.

Jumlah seluruh tahanan yang ada di dalam “Kamp Sinar-X” hingga kini 660 orang berasal dari 44 negara, semua terkait dengan tuduhan sebagai bagian dari terorisme internasional. Sebagian besar adalah pejuang Thaliban yang ditangkap di Afghanistan berasal dari berbagai bangsa, terutama Pakistan dan Afghan.

Proses hukum

Setelah dua tahun disekap tanpa proses pengadilan, David Hicks, satu dari dua warga Australia di Kamp Sinar-X akhirnya ditekan untuk mengaku terlibat dalam konspirasi terror. Pentagon secara resmi mengutus penasihat hukum militer Mayor Michael Mori, untuk mendesak pemuda berusia 28 tahun itu untuk mengaku saja. Jika tidak, tak akan pernah ada pengadilan.

Pengacara Hicks dari Australia Stephen Kenny, pernah mengatakan kepada para wartawan di New York: “Kalau kesepakatan itu terjadi, saya menduga kami akan berhadapan dengan komisi militer. Tapi jika Hicks menolak, maka ia kehilangan kesempatan keluar dari sana dan diadili.”

Kenny, merupakan pengacara sipil pertama yang diberi kesempatan mengunjungi Teluk Guantanamo, dan mengaku berjumpa dengan Hicks selama 5 hari berturut-turut. Pengacara yang mewakili keluarga Hicks sejak akhir 2001 ini tidak menjalankan fungsinya untuk memproses secara hukum. Ia hanya jadi semacam konsultan bagi Mayor Mori yang misinya lebih jelas: mendesak Hicks mengakui sesuatu yang selama ini ditolaknya, yaitu keterlibatan dalam gerakan terorisme. Kenny tidak diperkenankan menjumpai warga Australian lain yang juga di penjara itu, Mamdouh Habib.

Sebagaimana sebagian besar tahanan di sana, Hicks ditangkap oleh pasukan Aliansi Utara di Afghanistan Desember 2001, lalu dijual kepada militer AS, dan diterbangkan —dengan mata mulut telinga tertutup, tangan dan kaki terikat erat— ke penjara ini Januari 2002. Selama dua tahun, Hicks terus-terusan diinterogasi oleh serdadu militer AS, dan tidak diberi kesempatan menghubungi keluarga dan pengacara.

Kegiatan sehari-hari

Seluruh tahanan baru di Guantanamo masuk dulu ke Kamp Tiga, unit dengan tingkat keamanan tertinggi. Sel-sel di unit ini berukuran 2 x 2,4 meter, dilengkapi kloset jongkok, wastafel logam, dan alas tidur yang menyatu permanen dengan dinding kawatnya.

Setiap tahanan baru langsung mendapat jatah celana pendek, celana panjang, dan dua kaos, semua berwarna oranye menyolok, alas kaki untuk mandi, handuk, pasta gigi, sampo, sajadah, topi haji warna putih, sebuah Al-Quran, dan alas tidur tanpa bantal.

Dua kali seminggu, para tahanan diberi jatah 20-30 menit untuk mandi dan gerak badan. Menurut laporan TIME, para serdadu AS penjaga bercerita, bahwa para tahanan menghabiskan sebagian besar waktunya dengan membaca Al-Quran dan menghadapi interogasi. Sebuah tanda panah kecil menunjuk arah qiblat; dan adzan dikumandangkan lima kali sehari lewat pengeras suara ke seantero penjara. Fasilitas-fasilitas terakhir ini diberikan setelah beberapa tahanan melakukan mogok makan selama lima hari.

Bekas tahanan asal Pakistan Salahuddin mengisahkan, sebagain tahanan yang bisa berbahasa Inggris mencoba memperkenalkan Islam kepada para serdadu AS yang menjaganya. “Sebagian dari mereka ada yang tertarik juga, bahkan mulai belajar mengeja Quran,” katanya.

Para penjaga melakukan patroli ke seantero penjara yang meliputi 48 unit sel, dengan rute yang diatur sedemikian rupa agar bisa melirik setiap sel tiap 30 detik. Serdadu wanita merasa pekerjaan menjaga penjara ini lebih berat dibanding para prianya. “Bikin stres! Kebanyakan para tahanan menolak melihat wanita, dan bahkan seperti enggan menerima makanan jika kami [serdadu wanita] yang mengantar,” kata Rebecca Ishmael.

Beberapa penjaga mengaku pernah dilempari kotoran oleh para tahanan. Sebaliknya, para tahanan punya banyak cerita mengerikan tentang hukuman yang mereka terima. Mohammed Sagheer, 52 tahun, seorang da’i Pakistan yang telah dikeluarkan dari Guantanamo mengajukan tuntutan hukum kepada pemerintah AS karena telah “memenjarakan dirinya tanpa alasan”. Ia menuntut ganti rugi sebesar US$ 10,4 juta dan menuduh para penjaga Guantanamo menggunakan obat untuk mengendalikan para tahanan.

“Mereka kasih kita tablet yang akan membuat kita tak sadar. Saya sembunyikan tablet-tablet itu di bawah lidah, lalu membuangnya begitu penjaga tidak melihat,” katanya. Sagheer mengaku dua kali dihukum di sel isolasi yang gelap karena meludahi penjaga, yang menurutnya telah memprovokasinya dengan melempar Qur’an dan memukulinya.

Jika berkelakuan baik, para tahanan akan dipindah ke Kamp Dua, lalu, Kamp Satu, dengan harapan mendapat fasilitas baru yang lebih manusiawi. Air mineral dalam botol, waktu yang lebih lama untuk mandi dan gerak badan. Tidak lagi berpakaian oranye menyala, para tahanan diberi kaos, gamis, dan topi serba putih.

Beberapa organisasi HAM mengangkat keadaan di penjara Teluk Guantanamo itu juga mengenai status hukum para tahanan yang tidak jelas. Pihak militer Amerika terus menerus menolak status mereka sebagai tawanan perang, walaupun sebagian besar ditangkap di medan pertempuran di mana mereka hanya punya satu pilihan, menjalankan perintah atau mati. Selama masih berada di Guantanamo, seorang tahanan tidak akan pernah mendapatkan hak untuk didampingi pengacara. Ini memang hukum perang rimba. Sebagian besar sudah berada di penjara itu hampir 2 tahun ini.

Setelah dibombardir tekanan dari berbagai pihak, akhirnya beberapa fasilitas yang lebih “manusiawi” kabarnya kini sudah ditempatkan di Guantanamo. Yang paling merasakannya diantaranya tiga orang tahanan berusia ABG, antara 13-15 tahun, yang ditempatkan di luar penjara “Kamp Sinar-X” tepatnya di salah satu bekas cottage perwira di Kamp Iguana. Pemandangannya menghadap laut. Di dalamnya terdapat dua kamar tidur yang masing-masing berisi dua ranjang, dan ruang santai dilengkapi teve dan video-player. Dapurnya dilengkapi kulkas yang selalu disuplai dengan buah-buahan dan makanan ringan. Demikian ditulis TIME.

Diantara para penjaga tahanan ABG itu adalah Sersan ‘P’, yang sebagaimana sebagian besar penjaga lainnya menutupi nama di dada kanannya dengan silotip, sehingga para tahanan tak akan pernah bisa mengidentifikasi mereka sampai kapanpun. Sersan ‘P’ ini bahkan menolak nama belakangnya ditulis oleh wartawan yang mewawancarainya.

Bila tidak sedang menjadi tentara, Sersan ‘P’ bekerja sebagai guru sekolah menengah. Ia dipilih bersama lainnya dan diwajibmiliterkan karena punya pengalaman kerja menangani remaja. “Kami mengajarkan mereka matematika dan sains,” katanya. “Para ABG itu cepat sekali belajar bahasa Inggris. Kami main sepakbola, voli, dan kehilangan beberapa bola yang jatuh ke laut.” Bekas cottage yang ditempati tahanan ABG itu halamannya di tepi jurang yang langsung berbatasan dengan laut.

Kepada TIME para perwira penjaga mengatakan kebanyakan tahanan malah bertambah gemuk sejak mereka tiba di penjara ini. Di dapur penjara, di mana makanan untuk tahanan dimasak bersama makanan untuk para penjaga terdapat berkardus-kardus pisang dan rotu pita (makanan khas Afghan, Pakistan) siap disajikan. Roti, susu, sayur-mayur dan buah –pisang, apel, pir atau kurma—selalu ada dalam daftar menu. Para jurumasak banyak menggunak an bumbu kari –sarapan pagi kari telor, makan malam ayam kari bakar.

Jalan panjang

Gambar-gambar yang sangat mengagetkan dunia, mengenai bagaimana para tahanan diperlakukan beredar di awal tahun 2002 silam. Kondisi mereka lemah, dalam pakaian oranye yang menyala, mata, mulut, dan telinga disekap, kedua tangan dan kaki dirantai. Sel-selnya seperti kandang ayam. Kawat-kawat berduri melintang ke sana kemari siap merobek kulit dan daging.

Tak ada yang tahu pasti dan merasakan apa yang sekarang terjadi di dalam penjara. Yang jelas hingga hari ini status hukum mereka belum kunjung jelas. Banyak diantara mereka hanya menjadi komoditi para penguasa perang di Afghanistan Utara, dijual ke militer Amerika, seperti yang dialami Ustadz Abubkar Baasyir di tingkat lokal Indonesia.

Sementara semua proses fana ini berlangsung, Mahkamah Yang Maha Agung terus mendengar, mencatat, dan akan menyiapkan pengadilan yang sesungguhnya kelak.

Sumber : Hidayatullah.com

Label:


Baca Selengkapnya!
 
posted by Gerakan Mahasiswa Pembebasan Kom. UNM at 12.23 | Permalink | 1 comments
Ketua Fraksi PKS DPR, Mahfudz Sidik : Menegakkan Khilafah Itu Penting
Semua gerakan Islam meyakini bahwa penegakan khilafah adalah penting. Demikian menurut Ketua Fraksi PKS DPR, Mahfudz Sidik. Perbedaan yang prinsip antara konsep khilafah dengan kepemimpinan yang lain (non Islam): Pertama, khilafah Islamiyah itu adalah kepemimpinan yang disepakati, satu kepemimpinan yang berdasar kepada syariat dan misi Islam. Ada aturan-aturan tentang bagaimana kepemimpinan yang mengikat. Bukan saja pemimpinannya tapi juga rakyat meneguhkan loyalitasnya kepada para pemimpin itu. Tapi dasar ikatan kepemimpinan itu harus betul-betul berlandaskan dan sesuai ajaran Islam.

Kedua, kekhalifahan Islam ini adalah kekhalifahan untuk kemudian mendayagunakan semua potensi umat Islam untuk kepentingan seluruh negeri-negeri Islam. Karena itu tak boleh lagi ada Negara Islam yang terjebak pada nasionalisme sempit pada kepentingan pembangunan lokal. Tapi bagaimana kemudian berbicara memajukan umat dan mendayagunakan potensinya untuk kepentingan umat Islam dunia. Artinya gerakan-gerakan itu bagaimana mendayagunakan potensi dengan berbagai cara untuk kemajuan bersama, tidak bergerak sendiri-sendiri, dan terjebak pada paham nasionalisme yang sempit.

“Konsep khilafah ini adalah salah satu format kepemimpinan Islam yang bersifat alamiyah (global-red). Khilafah adalah perwujudan konsep Islam yang memiliki misi rahmatan lil 'alamin. Selain secara historis Rasulullah dan para penerusnya juga telah melakukan eksistensi dakwah tentang Islam, karena itu Islam tersebar di hampir seluruh wilayah dunia. Saya kira ini bukan hanya warisan sejarah tapi juga bagian dari prinsip alamiyah dari ajaran dan misi Islam, " jelas Mahfudz.

Justru yang sering ditanyakan adalah bagaimana upaya untuk menempuh cita-cita khilafah itu sendiri. Dalam pandangan alumni FISIP UI ini, tentu saja harus berangkat dari upaya-upaya menegakkan kepemimpinan Islam di skala lokal. Dalam konteks negara-negara muslim yang ada di berbagai kawasan.

"Artinya itu menjadi icon atau kesiapan negara-negara muslim itu memiliki konsensi (kesepakatan) untuk menegakkan khilafah Islamiyah. Sekarang ini proses panjang yang harus dilalui oleh bukan hanya gerakan Islam tapi juga pemimpin Islam di berbagai negeri muslim adalah menegaskan eksistensi pemerintahan Islam di masing-masing Negara dan perlunya mewujudkan kepemimpinan Islam itu di Negara muslim, " katanya.

Dengan demikian, bila masing-masing negara sudah mengupayakan pemerintahan yang Islami, tegaknya khilafah itu sudah dekat. Itu yang menurut Mahdfudz Sidik perlu dipahami. Jadi hematnya, agenda khilafah ini bukan agenda domestik semata. "Karena itu sebetulnya keberadaan negara-negara muslim (daulah Islamiyah) adalah satu realitas yang kini ada. Meski pun masing-masing negara berbeda dari sisi kepemimpinan, penerapan syariahnya itu berbeda satu dengan yang lain, " terangnya.

Singkatnya, memulai proses khilafah itu bisa dari masing-masing negara. Kuncinya adalah ukhuwah. Harus ada koordinasi antar pemimpin negara-negara yang akan mewujudkan khilafah ini.

Sekarang ini memang orang bisa saja melihat sudah ada forum kerjasama semacam OKI. Persoalannya, lembaga ini harus mendapat pengakuan forum. Forum komunikasi dan koordinasi yang cenderung politis, sudah ada agenda yang jelas dan berkesinambungan. Paling tidak ada model kepemimpinan bersama yang jelas. "Itu baru bisa kita lakukan ketika pemimpin-pemimpin Islam meneguhkan kembali komitmennya untuk mewujudkan keadilan dan menegakkan agama (iqomatuddin), jika kepahaman ini tertanam bersama maka langkah menuju ke sana lebih mudah, " tegas Mahfudz Sidik.

Bagaimana dengan Indonesia, apa format penegakan syariat Islam konteks Indonesia yang pas? Umat Islam Indonesia, masih kata Mahfudz Sidik, memiliki pengalaman sejarah sendiri. Ketika penegakan syariat Islam lewat jalur formal sulit dilakukan, ketika kondisi kultural masyarakat belum berorintasi kepada Islam, solusinya adalah melakukan secara sistemik upaya dakwah Islam, membangun kesadaran dan membangun orientasi masyarakat kepada Islam. Agar ada kebutuhan masyarakat terhadap ajaran Islam.

Pada saat yang sama ada gerakan-gerakan Islam yang bekerja untuk mengadvokasi ajaran Islam ke dalam lembaga-lembaga formal di republik ini. "Jika dua arus ini ketemu, arus kultural (informal) dan struktural (formal), maka perubahan-perubahan ke arah penegakan syariah Islam itu akan lebih mudah dibanding gerakan yang dilakukan hanya oleh salah satu arus saja, " paparnya lagi.

Karena Khilafah perkara global maka gerakan menegakkannya harus berjalan simultan alias tidak bisa parsial. Karena itu sangat penting bahwa elemen umat yang bergerak di dua arus ini (Kultural dan struktural) harus saling bertemu, berkomunikasi untuk saling bekerjasama dalam hal yang disepakati dan toleran terhadap perbedaan yang furu. Bukannya malah saling menegasikan (menafikan/meniadakan) atau saling melemahkan satu sama lain.

"Saya kira komunikasilah yang harus kita kembangkan. Bila komunikasi terbangun baik, maka kita bisa menempatkan perbedaan pada ruang toleransi yang memadai menuju persamaan-persamaan untuk kita sepakati, " ujarnya.

Sumber : eramuslim.com


Label:


Baca Selengkapnya!
 
posted by Gerakan Mahasiswa Pembebasan Kom. UNM at 12.12 | Permalink | 0 comments
Polemik Masuknya Islam ke Sulsel
Dalam seminar yang dilaksanakan oleh Center for Middle Eastern Studies, sempat dipertanyakan kapan tepatnya Islam masuk di Sulsel

Sejarah tentang kali pertama masuknya ajaran agama Islam di Sulewesi Selatan (Sulsel) masih menjadi perdebatan hingga kini. Banyak kalangan masih mempertanyakan penetapan masuknya Islam pada 9 September 1607.

Pertanyaan tersebut mengemuka pada acara Seminar Internasional dan Festival Kebudayaan Islam yang dilaksanakan oleh Center for Middle Eastern Studies, Divisi Ilmu-ilmu Sosial & Humaniora, Pusat Kajian Penelitian Unhas di Gedung Iptek dan Seni Unhas, Makassar, Jumat (7/9/) siang.

Bagaimana mungkin Islam yang baru dikenal langsung bisa mencetak ulama sekaliber Syekh Yusuf?,” tanya budayawan nasional Zawawi Imron dalam acara tersebut.

Menurutnya, adalah hal yang riskan bila Islam yang masuk di Sulsel tahun 1607 langsung melahirkan ulama pada tahun 1660-an.

Zawawi Imran hadir dalam seminar ini dalam kapasitasnya sebagai budayawan Islam (religius). Dalam kesempatan tersebut Zawawi tampil membacakan puisinya yang berjudul “Dari Sulawesi Selatan ke Afrika Selatan.”

Menanggapi pertanyaan Zawawi, Ketua Panitia Seminar, Mustari Bosrah mengemukakan, “Pertanyaan dasar inilah yang menggungah kami untuk menggelar seminar dalam membahas masalah tersebut”.

Menurut Sekretaris Panitia Seminar, Supa Atha’na, pelaksanaan seminar ini juga dipicu oleh realitas menguatnya geliat penegakan syariat Islam di Sulsel yang dimotori oleh KPPSI dan HTI.

“Ada indikasi bahwa upaya penegakan syariat islam yang sekarang sedang bergulir tidak pernah mencoba untuk melihat jejak penyebaran Islam di masa lalu, padahal sebuah bangsa yang besar tidak boleh melupakan sejarahnya kan?,” ungkap Supa.

“Kita bukannya tidak sepakat dengan upaya ini, tetapi kita perlu untuk melihat kembali masa lalu penyebaran Islam di Sulsel, karena diakui atau tidak, mereka berhasil menyebarkan Islam,” lanjutnya.

Supa melanjutkan, seminar ini memang tidak akan memberikan penyelesaian akhir atas berbagai fakta sejarah yang masih kabur terkait dengan masuknya islam di Sulsel.

“Minimal seminar ini akan memunculkan fakta-fakta baru, meskipun mentah untuk memicu penyelidikan yang lebih serius dimasa yang akan datang”, pungkas Supa.



Pahlawan Nasional

Sebagaimana diketahui, Syekh Yusuf adalah seorang ulama asal Sulawesi yang dihormati warga Afrika. Ulama yang nama lengkapnya Tuanta Salamka ri Gowa Syekh Yusuf Abul Mahasin Al-Yaj Al-Khalwati Al-Makassari Al-Banteni atau lebih populer dengan sebutan Syekh Yusuf adalah putra Nusantara, namanya justru berkibar di Afrika Selatan.

Meski sejak tahun 1995 namanya tercantum dalam deretan pahlawan nasional, berdasar ketetapan pemerintah RI, namun ia juga masuk sebagai seorang pahlawan di Afrika.

Syekh Yusuf dianugerahi penghargaan Oliver Thambo, yaitu penghargaan sebagai Pahlawan Nasional Afrika Selatan.

Ia bahkan dianggap sebagai sesepuh penyebaran Islam di negara di benua Afrika. Tiap tahun, tanggal kematiannya diperingati secara meriah di Afrika Selatan, bahkan menjadi semacam acara kenegaraan.

Bahkan, Nelson Mandela yang saat itu masih menjabat presiden Afsel, menjulukinya sebagai 'Salah Seorang Putra Afrika Terbaik'.

Di Sri Lanka, Syekh Yusuf tetap aktif menyebarkan agama Islam, sehingga memiliki murid ratusan, yang umumnya berasal dari India Selatan. Salah satu ulama besar India, Syekh Ibrahim ibn Mi'an, termasuk mereka yang berguru pada Syekh Yusuf.

Sumber Hidayatullah.com


Label:


Baca Selengkapnya!
 
posted by Gerakan Mahasiswa Pembebasan Kom. UNM at 12.06 | Permalink | 0 comments
Buletin Suara pembebasan, tgl.7 / Sept / 2007, Menyambut Bulan Suci Ramadhan
Menyambut Bulan Suci Ramadhan

Bulan Ramadhan bulan penuh berkah, rahmat, dan ampunan Allah SWT sebentar lagi datang. Shaum atau ibadah puasa bulan Ramadhan adalah salah satu aturan Allah untuk mengantarkan kaum muslimin menjadi manusia bertaqwa (lihat TMQ. Al Baqarah.183).
Namun, sayang, dalam pelaksanaannya, Ramadhan yang sejatinya menjadi bulan ibadah sekaligus syi'ar kesatuan umat itu ternoda oleh seringkali berbedanya awal dan akhir Ramadlan.

Perbedaan itu konon merupakan masalah lama yang acap kali terjadi di dunia Islam, antara satu negara dengan negara lain, bahkan satu kota dengan kota lain.
Namun di era globalisasi informasi dan canggihnya teknologi komunikasi ini, perbedaan itu mengusik nurani kita. Betapa siaran langsung solat tarawih dari Masjidil Haram sepanjang bulan Ramadhon dapat diikuti oleh kaum muslimin di seluruh dunia, termasuk di sini RCTI, dll !!!

Tapi kenapa, tak boleh diadakan siaran langsung informasi "rukyatul hilal" awaldan akhir Ramadhan? Padahal bulan sabit (hilal) yang menjadi objek yang diamati guna menentukan masuknya bulan baru adalah bulan yang satu, ya bulan sabit yang itu-itu juga? Dimana sebenarnya letak permasalahan nya? Tulisan ini akan mengurainya dalam rangka menjaga kesatuan umat dan kesucian ibadah kita.

Rukyatul Hilal Penentu Awal Ramadlan dan Aidil Fitri

Shaum Ramadhan, Aidil Fitri, dan Aidil Adha di samping merupakan ibadah yang mengatur hubungan seorang muslim dengan Rabb-nya, sesungguhnya juga merupakan salah satu fenomena yang menjadi syi'ar kesatuan umat Islam. Kaum muslimin wajib memulai puasa dan merayakan Aidil Fitri secara serentak pada hari yang sama, semata-mata demi melaksanakan perintah Allah SWT yang telah mempersatukan mereka. Banyak sekali nash-nash yang menjelaskan hal ini. Misalnya, sabda baginda Rasulullahsaw.: “Berpuasalah kalian jika melihat hilal (bulan sabit), dan berbukalah (beraidil Fitri lah) kalian jika melihat hilal. Dan jika hilal itu tertutup debu dari (penglihatan) kalian, maka sempurnakanlah (genapkanlah) bilangan bulan Sya'ban itu tiga puluh hari.” (HR. Bukhari dari AbuHurairah).

“Sesungguhnya satu bulan itu ada 29 hari, maka janganlah kalian berpuasa hingga kalian melihatnya (hilal). Dan jika hilal itu tertutup awan/mendung dari (penglihatan) kalian, maka perkirakanlah ia.” (HR. Bukhari)

Hadis-hadis Rasul ini mengandung pengertian (dalalah) yang jelas (sharih), bahawa sebab syar'ie untuk mengawali Ramadhan adalah dengan melihat bulan sabit (ru`yatul hilal) untuk bulan Ramadhan. Demikian pula sebab syar'ie untuk Aidil Fitri adalah dengan melihat bulan sabit (ru`yatul hilal) untuk bulan Syawal. Ini seperti sebab pelaksanaan solat zuhur adalah tegelincirnya matahari sebagaimana sabda Nabi saw.: “Jika matahari telah bergeser dari tengah-tengah langit, maka solatlah (zuhur)” (lihat An Nabhani, As Syakhshiyyah al Islamiyyah Juz III/43).

Hisab Sekadar Membantu

Sebagian orang salah anggap bahwa dengan majunya ilmu hisab falaki (astronomi) maka kaum muslimin tak perlu merukyat untuk menentukan awal dan akhir Ramadlan. Bahkan mereka memutarbelit kata rukyat dalam hadis tersebut sebagai “rukyat bil ilmi” yakni ilmu hisab. Tentu hal itu tak boleh dibenarkan kerana tak ada indikasi (qorinah) yang menunjukkannya. Sehingga, perkataan Nabi SAW “Jika hilal tertutup awan/mendung dari (penglihatan) kalian”, ertinya, jika kalian tidak melihat hilal dengan mata kalian (bi a'yunikum). Adapun perkataan Nabi SAW “maka perkirakanlah ia” bukan bererti merujuk pada perhitungan astronomi (hisab). Melainkan ertinya adalah menyempurnakan bilangan bulan sebanyak 30 hari. Sabda Nabi SAW:

“Dan jika hilal itu tertutup awan/mendung dari (penglihatan) kalian, maka sempurnakanlah (genapkanlah) bilangannya menjadi tiga puluh hari.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah).

Jadi, hisab astronomi paling modern sekalipun tak boleh menjadi penentu awal dan akhir Ramadhan. Sebab, Allah SWT memerintahkan memulai puasa Ramadhan dan Aidil Fitri berdasarkan rukyatul hilal. Dan aturan ibadah itu datangnya mesti dari Dzat Yang diibadahi (Al Ma'bud), muslim pun diperintahkan untuk terikat dengan hukum syara.

Kalau begitu, apa gunanya kemajuan ilmu astronomi bagi menjalankan ibadah Ramadlan?

Mengingat realiti perhitungan hisab modern (hisab haqiqiy tahqiqiy) kecil sekali kesalahan perhitungannya, yakni sebesar 2 detik dalam 4000 tahun, dan akurasinya pun diamati observer setiap bulan melalui peralatan canggih, juga terbukti . amat jarangnya kapal dalam perjalanan tersesat, dugaan-dugaan akan gerhana bulan dan matahari yang tepat, maka perlu dipertimbangkan pengunaannya dalam membantu mencari tempat strategi untuk rukyat di seluruh dunia.

Peranan ilmu hisab sebagai alat bantu ini, lantaran secara riil ilmu hisab hanya dapat menentukan wujudnya hilal dan kemungkinan dapat terlihatnya hilal. Sebaliknya, hisab tidak dapat menetapkan terlihat atau tidaknya bulan. Tambahan lagi, seperti dinyatakan oleh para ahli astronomi, hisab tidak dapat mendeteksi iklim dan cuaca. Oleh sebab itu, betapapun akuratnya perhitungan hisab moden tetap saja tidak dapat dijadikan rujukan tentang rukyatul hilal. Dia hanya sekadar membantu memudahkan rukyat, bukan malah menolak atau mementahkan rukyat.

Jadi, baik secara syar'ie maupun berdasarkan realiti, penentuan awal dan akhir Ramadlan tidak dapat tidak harus melalui penglihatan terhadap munculnya hilal (rukyatul hilal). Rasulullah saw. bersabda: “Jika kalian telah melihat hilal, maka berpuasalah kalian. Dan jika kalian telah melihat hilal, maka berbukalah (beraidul Fitri) kalian. Jika hilal tertutup awan/mendung atas (penglihatan) kalian, maka perkirakanlah ia.”

Perintah (amr) Rasulullah SAW dalam hadis-hadis untuk memulai puasa Ramadhan berdasarkan rukyatul hilal adalah perintah wajib (lil wujub), kerana perintah tersebut adalah perintah untuk melaksanakan suatu kewajiban yang telah ditetapkan oleh firman Allah SWT :

“Kerana itu barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa.” (TMQ. Al Baqarah : 185)

Perintah (amr) untuk berbuka puasa (beraidil Fitri) berdasarkan rukyatul hilal adalah juga perintah wajib (lil wujub). Kerana Rasulullah SAW telah melarang berpuasa pada dua hari raya, iaitu Aidil Fitri dan Aidil Adha. Mengingat larangan ini adalah larangan untuk melaksanakan yang mandub atau fardhu, maka perintah Rasulullah di dalam hadis “dan berbukalah (beridul Fitri) kalian jika melihat hilal” berarti adalah perintah wajib (lil wujub).

Satu Rukyat Untuk Kaum Muslimin Sedunia

Khithabusy Syari' (seruan Allah SWT) dalam hadis-hadis di atas ditujukan bagi seluruh kaum muslimin. Tak ada beanya antara orang Syam dan orang Hijjaz. Begitu pula tak ada bezanya antara orang Malaysia dengan orang Palestin Sebab, lafaz-lafaz dalam hadis-hadis tersebut bersifat umum. Dhamir jama'ah (kata ganti berupa wawu jama') yang terdapat dalam kalimat “berpuasalah kalian” (shuumuu) dan “dan berbukalah kalian” (wa afthiruu), tertuju untuk seluruh kaum muslimin. Sedangkan lafazh “melihat hilal” (ru'yatihi) adalah isim jinsi yang di-idhafat-kan (disandarkan) pada dhamir (kata ganti). Ini menunjukkan bahwa rukyatul hilal yang dimaksud, adalah ru`yat dari siapa saja, selama dia muslim. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA :

“Bahawa seorang Arab Baduwi datang kepada Rasulullah SAW. seraya berkata, 'Saya telah melihat hilal (Ramadhan).' Rasulullah saw. lalu bertanya, 'Apakah kamu bersaksi bahwa tidak ada ilah kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah?' Orang itu menjawab,'Ya.' Kemudian Nabi SAW menyerukan, “Berpuasalah kalian!” (HR. Abu Dawud, An Nasa`i, At Tirmidzi, dan Ibnu Majah dari Ibnu Abbas).

Oleh kerana itu, jika seorang muslim telah melihat hilal untuk bulan Ramadhan maupun Syawal, di manapun ia berada, maka wajib atas seluruh kaum muslimin untuk berpuasa ataupun berbuka (beraidul Fitri). Tidak ada perbezaan antara satu negara dengan negara lainnya, atau antara seorang muslim dengan muslim lainnya. Sebab ru`yatul hilal oleh siapa saja dari kaum muslimin, merupakan hujjah bagi orang yang tidak melihat hilal.

Menolak rukyat lantaran beza negara?

Kini kaum muslimin hidup terkotak-kotak dalam berbagai bangsa dan negara. Setiap ketua negara menetapkan awal dan akhir Ramadlannya sendiri-sendiri tanpa lagi
memperhatikan nash-nash syara'. Kalaupun mereka melihat pendapat fuqoha, nampaknya dijadikan sebagai dalil sekunder. Dalil primernya adalah kekuasaan mereka atas wilayah negara mereka, dan fanatisme mereka terhadap negara dan bangsa mereka. Padahal keterpecahan mereka dalam berbagai bangsa dan negara adalah hasil rekayasa imperialisme Barat. Bukan sekedar perasaan kebangsaan murni. Tengoklah bangsa Arab yang berpenduduk sekitar 220 juta terpecah dalam sekitar 20 negara? Kita di Malaysia prihatin atas gejala disintegrasi yang boleh memecah negara ini menjadi lebih dari 20 negara! Bukankah mestinya 1,5 milion kaum muslimin ini mestinya hidup dalam satu naungan negara?!

Mengenai ikhtilaaful mathaali' (perbezaan mathla', iaitu tempat/waktu terbitnya hilal) -- yang digunakan sebagian orang sebagai alasan (untuk berbeza dalam berpuasa dan beriadul Fitri)— adalah merupakan manath (fakta untuk penerapan hukum) yang telah dikaji oleh para ulama terdahulu. Fakta saat itu, kaum muslimin memang tidak dapat menginformasikan berita rukyatul hilal ke seluruh penjuru wilayah negara Khilafah Islamiyah yang amat luas dalam satu hari, kerana alat komunikasi yang terbatas. Namun, kini fakta telah berubah. Malahan bila konsep terbitnya bulan (mathla) digunakan menjadi tidak logik.

Dalam konsep mathla, setiap daerah yang berjarak 16 farsakh atau 120 km memiliki mathla sendiri. Ertinya, penduduk Jakarta dan sekitarnya dalam radius 120 km hanya terikat dengan rukyat yang dilakukan di Cakung, tapi terikat dengan hasil rukyat di Pelabuhan Ratu. Penduduk Surabaya dan sekitarnya hanya terikat dengan rukyat di Tanjung Kodok tanpa perlu terikat rukyat di Makassar dan seterusnya. Dengan konsep mathla' wilayah Indonesia yang jarak ujung Barat hingga ujung Timur sekitar 5200 km itu akan terbagi menjadi 43 mathla'.

Kerana kesulitan itu, menurut KH. Sahal Mahfudz, NU pindah madzhab (intiqalul madzhab). Sayangnya tidak pindah ke madzhab jumhur, yakni satu rukyat untuk seluruh dunia., melainkan membuat 'madzhab' baru yakni wilayatul hukmi, yakni . penyamaan awal dan akhir Ramadlan diserahkan pada negara nasional masing-masing, Pertanyaan kita, apa landasan syar'i yang membolehkan wilayah kaum muslimin terpecah menjadi lebih dari 50 negara, yakni lebih dari 50 wilayatul hukmi? Bukankah Islam hanya mengajarkan satu wilayatul hukmi untuk seluruh dunia, yakni yang dipimpin oleh Imam Al A'zham, alias Khalifah! Rasulullah saw. bersabda:

“Jika dibai'at dua khalifah (kepala negara penguasa wilayatul hukmi), maka bunuhlah yang kedua (jika tak mau meletakkan jabatan)” (HR. Muslim).

Bilakah umat Islam akan bersatu? .



Label: ,


Baca Selengkapnya!
 
posted by Gerakan Mahasiswa Pembebasan Kom. UNM at 11.22 | Permalink | 0 comments
Kamis, 06 September 2007
YAHUDI "MASUK" NUSA TENGGARA TIMUR
Kelompok perusahaan Israel menanamkan investasi di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). Modalnya tak tanggung-tanggung. Rp 6 trilyun rupiah

Sikap antipati masyarakat tidak menghalangi pengusaha Israel dalam melihat peluang bisnis di Indonesia. Dalam sebuah pertemuan di Kupang Jumat (31/08) kemarin, Grup Merhav, sebuah kelompok usaha swasta asal Israel, mengumumkan akan menanamkan investasi pada pengembangan bahan bakar nabati (BBN) atau biofuel dengan perusahaan budi daya tanaman jarak pagar (Jatropha curcas). Modalnya mencapai US$ 700 juta atau sekitar Rp. 6 trilyun.

Hadir dalam pertemuan itu, Presiden Direktur Merhavv Group Israel, Gideon Weinstein didampingi dua orang investor Merhavv Group Israel, masing-masing Jacgues Eshel dan Yosef Ziv serta empat orang pejabat PT Manhattan Capital, yakni Sudiro Andiwiguna, Setiawan Sudei, Ir Muhammad Ansor dan Herman Ndoen.

PT Manhattan Capital yang berbasis di Jakarta merupakan investor nasional yang bermitra dengan Merhavv Group Israel dalam pengembangan sumber daya energi biodiesel seperti jatropa beserta infrastruktur pendukungnya di sejumlah daerah di Indonesia.

"Nilai uang sebanyak itu akan kami investasikan dalam pengembangan jatropa dan kegiatan lainnya, hingga menghasilkan bahan bakar biodiesel," kata Weinstein saat rapat koordinasi dengan Bupati Kupang Drs Ibrahim Agustinus Medah beserta jajarannya di Kupang ketika itu.

Grup Merhav memang tidak tanggung-tanggung dengan rencana bisnisnya itu. Sejumlah elite perusahaan multisektor langsung terbang dari negeri Yahudi itu untuk melobi dua menteri, yakni Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Purnomo Yusgiantoro dan Menteri Pertanian Anton Apriantono.

"Pada pertemuan itu, mereka sepakat akan mengirim tim teknis untuk menguji kelayakan lahan di Kupang," kata Ibrahim saat dihubungi wartawan koran ini dari Jakarta kemarin. Tim tersebut akan memulai pengujiannya pada Oktober mendatang.

Menurut Ibrahim, dalam konsep kerjanya, Merhav nanti membagikan bibit jarak pagar kepada petani untuk ditanam pada lahan 50 ribu hektare di lima kecamatan. Yakni, Amarasi Timur, Amarasi Barat Laut, Amarasi Utara, Amarasi Barat Daya, dan Sulamu. "Ini uji coba dengan pendanaan USD 350 juta. Kalau berhasil, mereka akan memperluas lahan menjadi 100 ribu hektare dengan total investasi USD 700 juta," jelas Ibrahim.

Merhav akan mengolah biji jarak pagar itu menjadi crude oil sebagai bahan bakar biodiesel, untuk produksi dalam negeri atau ekspor. Untuk kepentingan ekspor tersebut, Merhav meminta pemerintah Kupang membangun dermaga berskala raksasa.

Ibrahim menjelaskan, petinggi Merhav memilih Kupang karena mengikuti rekomendasi menteri ESDM dan menteri pertanian. "Selain itu, di sini (Kupang) banyak lahan tidur dan daerah kering. Ini amat cocok untuk tanaman jarak," jelas bupati yang juga ketua DPD Partai Golkar NTT tersebut.

Bupati tidak setuju anggapan bahwa lokasi tersebut dipilih untuk menghindari resistansi masyarakat Indonesia terkait dengan Israel. "Buktinya, Merhav sudah berinvestasi di kawasan di India yang masyarakatnya juga banyak yang muslim seperti kita," ujarnya.

Mengenai sumber dana Merhav untuk investasi di NTT itu, Ibrahim belum tahu. Dalam presentasi, elite Merhav tidak menjelaskan asal-usul dananya. "Mereka baru mengenalkan diri. Mereka mengaku memang lahir di Israel, tetapi berkewarganegaraan Rusia," jelas Ibrahim.

Menurut Ibrahim, terlepas halal-tidaknya sumber pendanaan, pemerintah dan masyarakat Kupang menerima kehadiran Merhav. Perusahaan itu diharapkan menjadi lokomotif kegiatan investasi di Kupang sehingga bisa mendongkrak kesejahteraan masyarakat.

Meski demikian, lanjut Ibrahim, Pemkab Kupang belum menerbitkan izin prinsip kepada Merhav. Pemerintah setempat sekadar melayani investor yang bertamu, sekaligus beriktikad baik. "Kami perlu lihat dulu. Selain itu, kami harus berkoordinasi dengan pemerintah pusat terkait dengan perizinan investasinya. Ini kan menyangkut investasi asing," ujarnya.

Menurut Weinstein, jatropha yang akan dikembangkan di Kabupaten Kupang, dalam tahap awalnya mencakup 50 ribu hektare. Dan ini didukung dengan dana sebesar 350 juta dolar AS atau sekitar Rp 3 triliun. "Kami rencanakan untuk mengembangkan jatropha di Kabupaten Kupang seluas 100 ribu hektare. Karena itu kami menyiapkan dana sebanyak USD 700 juta atau sekitar Rp 6 triliun," beber Weinstein.

Weinstein menambahkan, pihaknya mendengar bahwa ketersediaan air untuk lahan pertanian di Kupang masih menjadi masalah, namun itu bukan masalah krusial karena pengembangan jatropha bisa dengan jumlah air yang minim.

Meski demikian, urai Weinstein, pihaknya membutuhkan dukungan sarana prasarana untuk pengembangan jatropa ini seperti sebuah pelabuhan raksasa. Karena itu, Weinstein berjanji untuk segera mengirim tim khusus guna mengkaji kelayakan pengembangan jatropha di Kupang dan bagaimana nantinya bibit jatropa disalurkan kepada petani untuk dikembangkan.

Rencana masuknya investor Israel ke bisnis BBN itu dibenarkan Sekretaris Timnas BBN Evita Legowo. Bahkan, lebih jauh, Evita mengungkapkan, Israel juga berkeinginan masuk ke bisnis kilang minyak. "Israel sudah menyatakan minatnya untuk proyek-proyek terkait penambangan. Mereka siap menambah kapasitas kilang di Indonesia, baik dengan modifikasi kilang yang ada atau membangun kilang baru," ungkapnya sesudah seminar nasional BBN di Hotel Sari Pan Pacific kemarin.

Di tempat terpisah, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) M. Lutfi mengatakan, pihaknya belum diberi tahu rencana investasi Merhav di Kupang. BKPM tidak keberatan jika Merhav benar-benar menanamkan uangnya di Kupang. Syaratnya, mereka melewati prosedur perizinan resmi. "Kalau mereka mengajukan izin, ya kami akan memproses," kata Lutfi saat dihubungi koran ini kemarin.

Menurut Lutfi, Merhav harus melewati prosedur perizinan resmi sebelum menanamkan investasi di Kupang. Apalagi nilai investasinya triliunan rupiah.

Lutfi menegaskan, meski tidak punya perwakilan diplomatik, perusahaan Israel tidak dilarang berinvestasi di tanah air. "Ini sama dengan beberapa perusahaan Taiwan yang berinvestasi di sini (Indonesia)," jelas Lutfi.

Dari situs www.merhav.com dan wikipedia diketahui, Merhav adalah salah satu perusahaan swasta asal Israel yang berdiri sejak 1976. Alamatnya di 33 Havazelet Hasharon St., Herzliya Pituach.

Selama ini, bidang garapannya multisektor. Antara lain, jasa konstruksi, proyek infrastruktur, energi, pertanian, elektronik, layanan keuangan, pariwisata, kimia, dan penerbangan. Merhav juga mengendalikan kepemilikan 68 persen saham Ampal-America Israel Corporation, holding perusahaan investasi di New York, yang tercatat pada lantai bursa Nasdaq dan Tel Aviv Stock Exchange.

MUI: PEMERINTAH GEGABAH JIKA BIARKAN ISRAEL MASUK INDONESIA

Pemerintah dinilai terlalu gegabah apabila benar-benar menanggapi ketertarikan Israel untuk melakukan investasi kilang minyak dan pengembangan bahan bakar nabati (BBN) atau biofuel di Indonesia.

"Dari segi politik umum, gegabah jika melakukannya, "ujar Ketua Majelis Ulama Indonesia Amidhan di Jakarta, Kamis (6/9).

Menurutnya, alasan kuat yang patut dipertimbangkan untuk tidak membuka hubungan baik dengan Israel, dikarenakan sejak Indonesia merupakan pendukung perjuangan rakyat Palestina mendapat kemerdekaannya dari penjajahan zionis Israel.

Selain itu, lanjut Amidhan, antara Indonesia-Israel tidak pernah ada hubungan diplomatik, sehingga hubungan luar negeri tidak dapat dilakukan untuk bidang-bidang lain. Bahkan, Indonesia juga pernah melakukan gerakan protes terhadap Israel beberapa waktu lalu, ketika anggota parlemen Israel datang ke Denpasar, Bali.

“Jadi saya kira, walau itu persoalan perdagangan, pemerintah harus hati hati. Karena dalam perdagangan sekarang ini, tetap berbau politik, ”tandasnya.

Amidhan menambahkan, pemerintah seharusnya dapat menolak keinginan Israel untuk melakukan investasi di Indonesia. “Kalau menteri setuju itu (perjanjian Israel) sangat gegabah. Saya melihat sikap politik kita yang bertentangan dengan Israel, ” tukasnya.

Selain itu, Konstitusi Negara RI juga menentang segala bentuk penjajahan di muka bumi. Jika Indonesia mau mengadakan kerjasama dengan Israel, maka itu berarti telah berkhianat terhadap Konstitusi Negara



Rencana Israel untuk memasuki bisnis kilang minyak dan biofuel di Indonesia ditentang kalangan DPR. Karena selama ini Indonesia tidak pernah membuka hubungan dengan negara zionis itu.

KETUA MPR HIDAYAT NURWAHID: PANGGIL MENTERI ESDM TERKAIT UTUSAN ISRAEL

"Saya akan menentang, itu pasti, saya orang pertama yang di depan, rencana itu tidak pernah ada aturannya, karena Indonesia tidak pernah memiliki hubungan diplomatik dengan Israel, itu sesuatu yang sangat beresiko berat, "ujar Anggota Komisi I DPR Ali Mochtar Ngabalin saat menghadiri pembukaan Simposium Internasional, di Hotel Sahid, Jakarta.

Ia menyesalkan langkah awal yang sudah dilakukan Israel untuk mulai mengembangkan tanaman jarak pagar di Nusa Tenggara Timur.

"Saya akan usulkan parlemen untuk memanggil Presiden, kita juga perlu mengirimkan nota keberatan, "ujarnya.

Senada dengan Ngabalin, Ketua MPRRI Hidayat Nurwahid mengecam rencana Israel tersebut, dan meminta DPR untuk mengambil tindakan dengan memanggil Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro.

"DPR harus memanggil Menteri ESD, kok bisa-bisanya utusan Israel ditemui, tidak mungkin mereka presentasi kalau tidak ada kemungkinan apa-apa, masak Israel datang hanya untuk presentasi gratisan, "ujarnya.

Ia menyesalkan adanya upaya dilakukan pemerintah untuk membuka peluang bagi investor dari Israel.

Padahal, lanjutnya, jika Indonesia ingin mengembangkan bisnis kilang minyak dan pengembangan bahan bakar nabati (BBN) atau biofuel itu tidak perlu bekerja sama dengan negara yang kontroversial seperti Israel.

"Bisa dengan negara-negara Timur Tengah, Arab Saudi, Iran, Kuwait, Uni Emirat, Indonesia ini kan tidak kekurangan teman baik, "ungkapnya.

Menurutnya, negara-negara itu sangat siap membantu pengembangan bisnis kilang minyak dan biofuel, dan Pemerintah tidak perlu terlibat perbedaan pemikiran dengan masyarakat.

Ketertarikan Israel untuk masuk dalam bisnis kilang dan pengembangan bahan bakar nabati (BBN) atau biofuel di Idonesia telah dilaporkan utusan Israel kepada Menteri ESDM akhir Agustus lalu.

Israel juga menyatakan minatnya untuk proyek-proyek terkait penambahan kapasitas kilang di Indonesia, baik dengan memodifikasi kilang yang ada ataupun membangun kilang baru

Sumber : Hidayatullah.com
kispa.org


Label:


Baca Selengkapnya!
 
posted by Gerakan Mahasiswa Pembebasan Kom. UNM at 07.23 | Permalink | 0 comments
15 Perkara yang Hilang Akibat Ketiadaan Khilafah
Berikut ini adalah sebuah transkrip percakapan telepon yang disampaikan oleh Br.Issam Amirah dari Baitul Maqdis Palestina pada Konferensi yang diselenggarakan di Illinois/Chicago AS tanggal 19 November 2000(redaksi)

Dengan nama Allah SWT. Semoga shalawat dan salam tercurah pada Rasulullah saw., keluarga dan kepada para sahabatnya. Saya bersaksi bahwa tiada yang layak disembah kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya.

Hadirin yang saya hormati,

“Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di muka bumi itu dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi (bumi). Dan akan Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi dan akan Kami perlihatkan kepada Fir’aun dan Hamaan beserta tentaranya apa yang selalu mereka khawatirkan dari mereka itu.” (TQS. Al Qashash, 5-6)

Saudara-saudara sekalian,

Peristiwa menggembirakan seperti itu yang akan datang pada Anda dari Bait-ul Maqdis, tempat yang telah ditunggu untuk dibebaskan Islam setelah sekian lama. Tempat ini juga di mana akan segera dikuasai Khilafah, Insya Allah.

Saudara-saudara sekalian,

Saya mengucapkan selamat pada Anda atas upaya di jantung dunia kufur agar kaum muslim bangkit bersama dengan saudara-saudara muslim di seluruh penjuru dunia, yaitu orang-orang yang sepenuhnya lakukan di jalan ini. Ini membuktikan bahwa rencana Anda telah diprioritaskan secara benar.

Saudara-saudara sekalian,

Kami menemukan dalam Al Quran,

“Kemudian berteriaklah seseorang yang menyerukan, ’Hai Kafilah, sesungguhnya Kamu adalah orang-orang yang mencuri. Mereka menjawab sambil menghadap kepada penyeru-penyeru itu, ’ Barang apa yang hilang daripada Kamu ?’ Penyeru-penyeru itu berkata, ‘Kami kehilangan piala raja dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta dan akan menjamin terhadapnya.’” (TQS.Yusuf : 70-72)

Saudara-saudara sekalian,

Sudah menjadi hal yang umum jika seseorang kehilangan sesuatu, ia tidak akan ragu memberitahukan semua hal yang berkaitan dengan sesuatu yang hilang itu. Jadi kami perlu berteriak hari ini di depan semua penguasa dunia Islam sambil berkata,” Hai Raja, Presiden, Amir dan Sultan ! Kamu pencuri !” dengan tanpa ragu-ragu. Jika mereka bertanya pada apa yang hilang ? Kita akan menjawab dengan jelas dan yakin bahwa sejak mereka mengambil kekuasaan umat Islam dengan mengikuti leluhurnya yang telah berkonspirasi dengan Inggris dan terakhir AS. Kita kehilangan sesuatu yang sangat berharga. Merasa kehilangan sejak runtuhnya Turki Utsmani sekitar delapan puluh tahun yang lalu. Kita merasa kehilangan ayang amat sangat dan di luar yang kita bayangkan. Kami percaya bahwa itu akan berguna bagi kaum muslim agar mengetahui dirinya telah kehilangan sehingga akan mendorong dirinya untuk secara langsung berusaha dengan orang-orang yang bersungguh-sungguh mengembalikan khilafah dan memulai jalan hidup Islam.

Saya menghitung ada 15 hal penting yang hilang dalam umat Islam akibat mereka menyerahkan dirinya pada rejim kufur dan berhenti berhukum dengan syariat Islam. Kehilangan itu adalah :

1. Keridhaan Allah SWT. Keridhaan Allah SWT dapat dicapai dengan mengikuti seluruh hukum dan aturan-Nya dengan penuh ketaatan sebagaimana dipraktikan oleh nabi kita Muhammad saw. Dengan kata lain menegakkan negara Islam yang merujuk pada syariat baik urusan di dalam maupun luar negeri pada setiap aspek kehidupan.
2. Hilangnya Imam atau Khalifah atau Amirul Mukminin, di mana bai’at kepadanya merupakan suatu yang amat vital bagi setiap muslim. Rasulullah saw bersabda, ” Barangsiapa yang mati sedangkan di pundaknya tidak ada bai’at maka matinya jahiliyah.” Saya ingin Anda membayangkan bagaimana berdosanya kaum muslim sejak runtuhnya Khilafah Ustmani tahun 1924 yang merupakan khilafah terakhir . Akhirnya secara spontan banyak yang hilang ketika kaum muslim kehilangan legitimasi kepemimpinan ini dan kehilangan lainnya menyusul seperti bola salju.
3. Hilangnya rasa aman dan jaminan keamanan yang menyebabkan ketakutan.
4. Hilangnya ilmu pengetahuan, pendidikan dan kepedulian yang lahir dari kepibadian Islam. Hal ini disebabkan oleh begitu dominannya kebodohan dan buta hurup yang diakibatkan oleh kemiskinan dan kepribadian yang goyah.
5. Hilangnya kekuatan dan Jihad yang disebabkan kelemahan dan kekalahan.
6. Hilangnya kekayaan yang disebabkan kemiskinan
7. Hilangnya pencerahan dan pedoman yang benar yang disebabkan kegelapan dan pedoman yang salah.
8. Hilangnya kehormatan dan martabat yang disebabkan penghinaan
9. Hilangnya kedaulatan dan ketergantungan dalam membuat keputusan politik akibat ketundukan kepada negara-negara penjajah kafir barat dan timur.
10. Hilangnya keadilan yang disebabkan penindasan dan ketidakadilan.
11. Hilangnya keimanan dan keikhlasan yang disebabkan pengkhianatan penempatan orang yang salah pada tempat yang salah.
12. Hilangnya sikap dan moral yang terpuji yang menyebabkan kejahatan dan sikap yang tercela.
13. Hilangnya negeri-negeri Islam dan tempat tinggal, tidak hanya Palestina tetapi juga Andalusia (sekarang yang disebut Portugal dan Spanyol), wilayah yang luas di Asia Tengah dan Timur Jauh, Kosovo, Bosnia, Kashmir dan yang lainnya, yang menyebabkan jutaan imigran, gelombang pengungsi dan pendeportasian.
14. Hilangnya tempat suci dan akibatnya adalah kaum muslim dilarang shalat di Masjid Al-Aqsa selama 50 tahun sampai saat ini. Kami juga menyesalkan untuk mengatakannya pada Anda bahwa dua masjid lainnya pun yaitu Masjid Al-Haram dan Masjid Al-Nabawi tidak di dalam kondisi yang diinginkan.
15. Hilangnya kesatuan dan integritas yang diakibatkan terpecahnya negeri kaum muslim menjadi 56 bagian yang tidak sah, dan AS tengah bekerja keras menciptakan bagian ke 57 di Palestina, ke 58 di gurun Afrika barat dan ke 59 di Timor Timur.

Itulah kehilangan yang besar untuk disampaikan pada Anda bahwa semua telah lepas dari tangan kita setelah kita banyak kehilangan.

Saudara-saudara sekalian,

Hadiah yang ditawarkan oleh raja Mesir kuno pada masa nabi Yusuf adalah seberat beban unt, tetapi hadiah bagi siapa saja yang mengembalikan semua kehilangan kita adalah jauh lebih berharga dari pemberian raja mesir itu. Hal ini sebagaimana dikatakan Rasulullah saw. ketika utusan suku Aus dan Khajzraj bertanya pada saat bai’at aqabah kedua, ”Apa imbalannya bagi Kita jika Kami mengabulkan janji untuk mendukung dan melindungi Anda dan pengikut Anda (sahabat) ? Beliau berkata, “Surga.” Mereka menjawab, “Ulurkan tanganmu pada Kami untuk membuat kesepakatan. Kami akan melewati kesepakatan kita dan Kami tidak akan mundur.”

Saudara-saudara sekalian,

Supaya masa seperti itu terjadi lagi, kita serukan kepada semua penguasa dan kaum muslim yang berpengaruh, terutama petinggi militer, kepala suku - kepala suku terkemuka dan anggota-anggota parlemen, agar mereka bekerja sama dengan kaum muslim yang bersungguh-sungguh mengembalikan khilafah. Kemudian segera meminta mereka utnuk memberikan dukungan untuk menggulingkan para penguasa Arab saat ini yang tidak sah dan mengaku negara Islam. Tujuan menegakan kembali sudah sepantasnya berpedoman pada khilafah yang berdasar pada jalan kenabian di tempat yang paling memungkinkan di dunia Islam. Kemudian menggabungkan secepatnya negeri-negeri kaum muslim yang memungkinkan dalam kekhilafahan. Umat Islam akan bisa bersatu dan Islam akan diterapkan secara penuh. Kemudian menyebarluaskan Islam kepada seluruh manusia dengan dakwah dan jihad. Negara Khilafah akan menjadi satu-satunya negara yang memiliki kekuatan terhebat. Memberikan harapan berdirinya kembali khilafah menjadi budaya Kita dan mengembalikan khilafah merupakan kewajiban setiap muslim.

Saudara-saudara sekalian

Al Tabarani meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda,” Jihad terbaikmu adalah ribat dan ribat terbaikmu adalah di Asqalan.” Asqalan adalah suatu kota Palestina di Mediterania. Arti ribat adalah tinggal tepat di perbatasan dengan tujuan untuk menakut-nakuti musuh dan secara terus-menerus mengharapkan musuh takut olehnya. Para ulama berkata tidak ada seorang muslimpun saat ini melakukan ribat baik di Asqalan maupun tempat lainnya karena yang biasanya dideklarasikan oleh khalifah. Dengan kata lain tidak ada seorang muslim yang bisa berhak secara praktis melakukan ribat karena ketadaan negara khilafah.
Kaidah syara berbunyi,”Apabila suatu kewajiban tidak terlaksana kecuali dengan suatu perbuatan, maka perbuatan itu menjadi wajib.”

Untuk itu, Kita memerlukan sebuah negara Khilafah yang akan membuat garis perbatasan dengan orang-orang kafir dan seorang khalifah yang akan mendeklarasikan jihad melawan mereka, menggunakan seluruh sumber umat Islam termasuk kemampuan-kemampuan militer non aktif yang sangat melimpah. Keputusan seperti itu tidak mungkin bisa diharapkan dari pertemuan pemimpin-pemimpin Arab atau pemimpin-pemimpin muslim saat ini.

Saudara-saudara sekalian,

Gambaran itu sangat jelas dan sepengetahuan saya upaya penegakan khilafah lebih kuat sejak itu dan mereka menyebarkannya lebih luas lagi. Tanah yang subuh ditaburi benih perubahan seperti umat yang lebih siap untuk menerima khilafah dari masa sebelumnya. Khilafah menjadi sebuah permintaan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi dan munculnya sangat cepat. Ditambah dengan para pendukung khilafah yang diperkirakan puluhan –mungkin ratusan juta di seluruh dunia Islam. Yang merefleksikan sebuah kekuatan opini publik pada persoalan sensitif ini. Dengan kata lain, perlawanan hebat dan penindasan yang dilakukan rejim kufur beserta kroninya melawan upaya penegakan khilafah di dalam maupun dari luar justru sebagai kabar gembira untuk menerangi umat ini.Oleh karena itu saya ingin Anda yakin bahwa suatu saat nanti akan menjadi khilafah.Insya Allah.

”Dan Allah berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya. ” (TQS Yusuf: 21)

Semoga Allah SWT memberi Kita kesabaran dan kekompakan serta memungkinkan Anda untuk memainkan peran yang penting dalam menegakkan dan memperjuangkan datangnya negara Khilafah.

“Maka Allah adalah sebaik-baiknya penjaga dan Dia adalah Maha Penyayang di antara para penyayang” (TQS Yusuf: 64])

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Issam Amireh
Abu Abdullah
Baitul Maqdis
Palestina
(Ahmad Saheed /Khilafah Magazine Desember 2000)

Sumber : www.hizbut-tahrir.or.id

Label:


Baca Selengkapnya!
 
posted by Gerakan Mahasiswa Pembebasan Kom. UNM at 07.18 | Permalink | 0 comments
Apakah Khilafah Islamiyyah Hanya Berumur 30 Tahun dan Selebihnya Kerajaan?
“Sesungguhnya awal adari agama ini adalah nubuwwah dan rahmat, setelah itu akan tiba masa khilafah dan rahmat, setelah itu akan datang masa raja-raja dan para diktator. Keduanya akan membuat kerusakan di tengah-tengah umat. Mereka telah menghalalkan sutr, khamer, dan kefasidan. Mereka selalu mendapatkan pertolongan dalam mengerjakan hal-hal tersebu; mereka juga mendapatkan rejeki selama-selamanya, sampai menghadap kepada Allah swt.”[HR. Abu Ya’la dan Al-Bazar dengan isnad hasan]

Hadits-hadits inilah yang dijadikan dalil bahwa masa kekhilafahan itu hanya 30 tahun dan selebihnya adalah kerajaan. Lebih dari itu, mereka juga menyatakan bahwa perjuangan menegakkan khilafah Islamiyyah hanyalah perjuangan kosong dan khayalan. Sebab, Rasulullah saw telah menyatakan dengan sangat jelas bahwa masa kekhilafahan itu hanya berumur 30 tahun. Walhasil, kekhilafahan tidak mungkin berdiri meskipun diperjuangkan oleh gerakan-gerakan Islam. Kalau pun pemerintahan Islam berdiri bentuknya tidak khilafah akan tetapi kerajaan.

Lalu, apakah benar bahwa hadits-hadits di atas dalalahnya menunjukkan bahwa umur khilafah Islamiyyah itu hanya 30 tahun dan selebihnya adalah kerajaan?

Untuk menjawab pendapat-pendapat ini kita harus menjelaskan satu persatu maksud dari hadits-hadits di atas.


Hadits Pertama

Kata khilafah yang tercantum dalam hadits pertama maknanya adalah khilafah nubuwwah, bukan khilafah secara mutlak.

Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Fath al-Bariy berkata, “Yang dimaksud dengan khilafah pada hadits ini adalah khilafah al-Nubuwwah (khilafah yang berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip nubuwwah), sedangkan Mu’awiyyah dan khalifah-khalifah setelahnya menjalankan pemerintahan layaknya raja-raja. Akan tetapi mereka tetap dinamakan sebagai khalifah.” Pengertian semacam ini diperkuat oleh sebuah riwayat yang dituturkan oleh Imam Abu Dawud,”Khilafah Nubuwwah itu berumur 30 tahun”[HR. Abu Dawud dalam Sunan Abu Dawud no.4646, 4647]

Yang dimaksud khilafah Nubuwwah di sini adalah empat khulafaur Rasyidin; Abu Bakar, ‘Umar , ‘Utsman, dan Ali Bin Thalib. Mereka adalah para khalifah yang menjalankan roda pemerintahan seperti Rasulullah saw. Mereka tidak hanya berkedudukan sebagai penguasa, akan tetapi secara langsung benar-benar seperti Rasulullah saw dalam mengatur urusan pemerintahan. Sedangkan kebanyakan khalifah-khalifah dari dinasti Umayyah, ‘Abbasiyyah dan ‘Utsmaniyyah banyak yang tidak menjalankan roda pemerintahan seperti halnya Rasulullah saw, namun demikian mereka tetap disebut sebagai amirul mukminin atau khalifah.

Ada diantara mereka yang dikategorikan sebagai khulafaur rasyidin, yakni Umar bin ‘Abdul ‘Aziz yang dibaiat pada bulan Shafar tahun 99 H. Diantara mereka yang menjalankan roda pemerintahan hampir-hampir dekat dengan apa yang dilakukan oleh Nabi saw, misalnya Al-Dzahir bi Amrillah yang dibaiat pada tahun 622 H. Ibnu Atsir menuturkan, “Ketika Al-Dzahir diangkat menjadi khalifah, keadilan dan kebaikan telah tampak di mana-mana seperti pada masa khalifah dua Umar (Umar bin Khaththab dan Ibnu Umar). Seandainya dikatakan, “Dirinya tidak ubahnya dengan khalifah Umar bin Abdul Aziz, maka ini adalah perkataan yang baik.”

Para khalifah pada masa-masa berikutnya meskipun tak ubahnya seorang raja, akan tetapi mereka tetap menjalankan roda pemerintahan berdasarkan sistem pemerintahan Islam, yakni khilafah Islamiyyah. Mereka tidak pernah menggunakan sistem kerajaan, kesultanan maupun sistem lainnyan. Walaupun kaum muslim berada pada masa-masa kemunduran dan keterpurukan, namun mereka tetap menjalankan roda pemerintahan dalam koridor sistem kekhilafahan bukan dengan sistem pemerintahan yang lain. Walhasil, tidak benar jika dinyatakan bahwa umur khilafah Islamiyyah itu hanya 30 tahun. Yang benar adalah, sistem kekhilafahan tetap ditegakkan oleh penguasa-penguasa Islam hingga tahun 1924 M.


Hadits Kedua & Ketiga

Kata “al-muluuk”(raja-raja) dalam hadits di atas bermakna adalah,” Sebagian tingkah laku dari para khalifah itu tidak ubahnya dengan raja-raja”. Hadits di atas sama sekali tidak memberikan arti bahwa mereka adalah raja secara mutlak, akan tetapi hanya menunjukkan bahwa para khalifah itu dalam hal-hal tertentu bertingkah laku seperti seorang raja. Fakta sejarah telah menunjukkan pengertian semacam ini. Sebab, para khalifah dinasti ‘Abbasiyyah, Umayyah, dan ‘Utsmaniyyah tidak pernah berusaha menghancurkan sistem kekhilafahan, atau menggantinya dengan sistem kerajaan. Mereka tetap berpegang teguh dengan sistem kekhilafahan, meskipun sebagian perilaku mereka seperti seorang raja.

Meskipun kebanyakan khalifah pada masa dinasti ‘Abbasiyyah, Umayyah, dan ‘Utsmaniyyah ditunjuk selagi khalifah sebelumnya masih hidup dan memerintah, akan tetapi proses pengangkatan sang khalifah tetap dilakukan dengan cara baiat oleh seluruh kaum muslim; bukan dengan putra mahkota (wilayat al-‘ahdi).

Makna yang ditunjuk oleh frasa “dan setelah itu adalah raja-raja” adalah makna bahasa, bukan makna istilah. Dengan kata lain, arti dari frasa tersebut adalah “raja dan sultan” bukan sistem kerajaan dan kesultanan. Atas dasar itu, dalam hadits-hadits yang lain dinyatakan bahwa mereka adalah seorang penguasa (khalifah) yang memerintah kaum muslim dengan sistem khilafah. Dituturkan oleh Ibnu Hibban, “Rasulullah saw bersabda,”Setelah aku akan ada para khalifah yang berbuat sebagaimana yang mereka ketahui dan mengerjakan sesuatu yang diperintahkan kepada mereka. Setelah mereka berlalu, akan ada para khalifah yang berbuat tidak atas dasar apa yang diketahuinya dan mengerjakan sesuatu tidak atas apa yang diperintahkan kepada mereka. Siapa saja yang ingkar maka ia terbebas dari dosa, dan barangsiapa berlepas diri maka ia akan selamat. Akan tetapi, siapa saja yang ridlo dan mengikuti mereka maka ia berdosa.”

Penjelasan di atas sudah cukup untuk menggugurkan pendapat yang menyatakan bahwa sistem khilafah Islamiyyah hanya berumur 30 tahun dan selebihnya adalah kerajaan. Hadits-hadits yang mereka ketengahkan sama sekali tidak menunjukkan makna tersebut. Sistem khilafah Islamiyyah tetap berlangsung dan terus dipertahankan di sepanjang sejarah Islam, hingga tahun 1924 M. Meskipun sebagian besar khalifah dinasti ‘Abbasiyyah, Umayyah, dan ‘Utsmaniyyah bertingkah laku tak ubahnya seorang raja, namun mereka tetap konsisten dengan sistem pemerintahan yang telah digariskan oleh Rasulullah saw, yakni khilafah Islamiyyah.

Tugas kita sekarang adalah berjuang untuk menegakkan kembali khilafah Islamiyyah sesuai dengan manhaj Rasulullah saw. Sebab, tertegaknya khilafah merupakan prasyarat bagi tersempurnanya agama Islam. Tidak ada Islam tanpa syariah, dan tidak ada syariah tanpa khilafah Islamiyyah.


Label:


Baca Selengkapnya!
 
posted by Gerakan Mahasiswa Pembebasan Kom. UNM at 07.12 | Permalink | 0 comments
Senin, 03 September 2007
DITABRAK BLUE BIRD, MUNARMAN KOK MALAH DITAHAN POLISI
Jakarta - Tindakan Polsek Limo, Depok, menahan mantan ketua YLBHI Munarman dinilai berlebihan. Hak Munarwan selaku korban penabrakan taksi Blue Bird diabaikan.

"Dalam kasus ini polisi memang memiliki kewenangan melakukan penahanan. Tapi melihat apa yang sudah dilakukan Munarman, penahanan tersebut berlebihan. Dia korban kok malah ditahan," kata Ketua YLBHI Patra Zen kepada detikcom, Senin (3/9/2007).

Patra menjelaskan, penahanan yang dilakukan oleh polisi berdasarkan unsur obyektif dan subyektif. Dalam unsur subyektif, seseorang bisa ditahan jika bukti awal sudah lengkap. Namun bisa juga dilakukan penundaan dengan 3 syarat, yakni tidak mengulangi perbuatan, melarikan diri dan menghilangkan barang bukti.

"Sedangkan Munarman sudah mengembalikan kunci dan STNK taksi Blue Bird. Dia juga tidak mungkin menghilangkan barang bukti dan melarikan diri. Jadi penahanan dia sangat berlebihan," ungkap Patra.

Patra juga melihat apa yang dialami oleh Munarwan sangat ironis. Posisi Munarman yang awalnya sebagai korban, kini malah sebagai tersangka.

Menurut Patra, pada 14 Agustus lalu, Munarwan baru saja membawa pulang Ana, istrinya, dari RS karena mengalami keguguran. Saat melewati sebuah jalan yang sempit, kendaraan Munarman berpapasan dengan sebuah taksi Blue Bird. Saat itu posisi mobil Munarman sudah terlebih dahulu masuk.

"Namun sopir taksi itu tidak mau mengalah. Dia masuk terus dan menabrak mobil Munarman. Istrinya sakit, hujan, dan mobilnya ditabrak, membuat Munarman emosional. Dia kemudian meminta kunci dan STNK mobil tersebut, kemudian membawanya pergi," ungkap Patra.

Selanjaman, yang kini juga aktivis Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dengan sejumlah pasal mengerikan. Mantan Ketua Kontras Palembang ini dianggap melanggar pasal 335 KUHP tentang perbuatan yang tidak menyenangkan, pasal 368 tentang perampasan dan UU Darurat RI 12/1951 Kepemilikan Senjata Api dan Bahan Peledak Ilegal.

Skenario macam apa ini !!!

Sumber : detik.com


Label:


Baca Selengkapnya!
 
posted by Gerakan Mahasiswa Pembebasan Kom. UNM at 12.15 | Permalink | 0 comments