Minggu, 09 Desember 2007
Konfrontasi Indonesia VS Malaysia, Persaudaraan Yang Retak Akibat Nasionalisme
Konfrontasi Indonesia VS Malaysia, Persaudaraan Yang Retak Akibat Nasionalisme

Baru baru ini hangat berita di media massa konfrontasi antara Indonesia dan malaysia. Misalnya dalam kasus lagu rasa sayange yang di jadikan malaysia sebagai lagu jinggel pariwisata negara jiran itu. hampir seluruh warga Indonesia terperanjat. Betapa tidak, semasa kecil hampir seluruh anak Indonesia amat akrab berdendang lagu 'Rasa Sayange', sebab di bangku SD guru kesenian menjadikannya sebagai salah satu lagu daerah yang mesti dihafal, bahkan salah seorang teman saya berkata, gurunya akan mencubitnya jika tidak menghafa lagu itu.Lagu 'Rasa Sayange' terasa riang, sederhana, dan amat menyenangkan dinyanyikan bersama-sama. Dan semua sepakat ketika menyanyikan lagu itu terbayang di pelupuk mata betapa indahnya Ambon nun di Maluku sana. Kok bisa menjadi lagu kebudayaa malaysia.????, Banyak orang Indonesia mulai menyebut negara jiran itu, dengan sebutan Malingsia(Maling=Pencuri), karena negara jiran itu mencaplok ambalat, kebudayaan Indonesia, dll

Ini sebenarnya bukan hal yang pertama, sebelumnya ada konflik ambalat, pemukulan wasit karate, dan masih banyak lagi. Bahkan kalau anda keMalaysia, anda mungkin saja dianggap pendatang haram, walaupun anda punya izin resmi.Orang malaysia sering menyebut orang indonesia dengan sebutan Indon, Kata “Indon” mulai menjadi populer di Malaysia ketika media sana menyiarkan berita mengenai perbuatan kriminal yang dilakukan orang Indonesia. Misalnya, “Mafia Indon Mengganas” atau “PRT Indon Menculik Anak”. Lambat laun, persepsi orang terhadap “Indon” tidak lagi bagus (atau setidaknya netral) melainkan jelek. Seorang Malaysia pernah bercerita, “Indon” artinya mirip “Preman” di sini. Anak yang nakal akan dimarahi, “Mau jadi apa kamu nanti? Mau jadi indon?” .Walaupun awalnya sebutan itu tak bermaksud jelek.Apakah bangsa Indonesia di Malaysia memang sedemikian buruk citranya? Dan apakah rasialisme untuk hal tersebut bisa dibenarkan? Apalagi untuk bangsa yang sama-sama meyakini Allah Rabbnya da Muhammad Rasulnya, dan Alqur'an Kitabnya

kalau boleh di bilang, benih benih konflik dua negara serumpun yang sama2 mayoritas muslim itu, mulai tumbuh subur. Belum lagi konflik perang kata yang di lakukan blogger malaysia dan Indonesia di dunia maya. Ada beberapa situs yang saling menghina satu sama lain. Misalnya dari Indonesia : http://www.malingsia.com/ (maling=pencuri), http://www.id-top.blogspot.com/, http://www.malaysiamaling.blogspot.com/. Misalnya dari malaysia : http://www.ihateindon.blogspot.com/ . Semuanya saling melakukan perang kata yang saling menghina

Akar masalah sesungguhnya

Akar masalah dari semua ini tidak lain adalah terpecahnya Ummat Islam menjadi negeri negeri kecil, dan adanya Nasionalisme di neger-negri Islam.Tidak di ragukan lagi, bahwasanya Nasionalismelah akar masalah perpecahan Ummat Islam. Karena Nasioanalisme, krisis palestina tidak pernah usai, ummat Islam di beberapa negeri saling bermusuhan satu sama lain, misalnya dalam kasus perang Iran-Irak.Begitu pula dengan konflik Malaysia Indonesia. Karena Nasionalismelah Indonesia dan Malaysia bertikai, walaupun sama-sama Muslim.Masing masing didorong kepentingan nasion, bukan kepentingan Islam sebagai sebuah keseluruhan. Perpecahan seperti inilah yang membuat umat Islam ini terus-menerus mengalami proses pelemahan dan pada akhirnya termarjinalisasi di semua sektor kehidupan dalam konteks global. Islam menentang nasioanalisme

Nasionalsime Buang ke Tempat Sampah

Berdasarkan tinjauan filosofis dan historis di atas, dapat kita pahami mengapa Islam menentang dan menolak ide nasionalisme itu. Sebab nasionalisme sebenarnya adalah ide kosong dan tidak layak untuk membangkitkan manusia. Nasionalisme dalam sejarahnya dan konteks kekinian juga terbukti telah membawa kemudharatan, penderitaan, dan kesengsaraan umat manusia. Apakah masuk akal ide destruktif dan berbahaya seperti itu kita terima tanpa reserve ?

Secara syar’i, umat Islam diharamkan mengadopsi nasionalisme karena nasionalisme bertentangan dengan prinsip kesatuan umat yang diwajibkan oleh Islam. Kesatuan umat Islam wajib didasarkan pada ikatan aqidah, bukan ikatan kebangsaan, seperti nasionalisme. Allah SWT berfirman :

“Sesungguhnya orang-orang beriman adalah bersaudara.” (QS Al Hujurat : 13)

Ayat di atas menunjukan bahwa Umat Islam adalah bersaudara (ibarat satu tubuh), yang diikat oleh kesamaan aqidah Islamiyah (iman), bukan oleh kesamaan bangsa. Rasulullah SAW bahkan mengharamkan ikatan ‘ashabiyah (fanatisme golongan), yaitu setiap ikatan pemersatu yang bertentangan dengan Islam, termasuk nasionalisme :

“Tidak tergolong umatku orang yang menyerukan ashabiyah (fanatisme golongan, seperti nasionalisme). (HR. Abu Dawud)

Jelaslah, ikatan yang layak di antara umat Islam hanyalah ikatan keimanan. Bukan ikatan kebangsaan. Sebagai perwujudannya dalam realitas, Islam mewajibkan umatnya untuk hidup di bawah satu kepemimpinan (Khilafah Islamiyah). Haram bagi mereka tercerai-berai di bawah pimpinan yang lebih dari satu. Rasulullah SAW bersabda :

“Jika dibai’at dua orang khalifah, maka bunuhlah yang terakhir dari keduanya.” (HR. Muslim).

Rasulullah SAW bersabda pula :

“Barangsiapa datang kepada kalian, sedangkan urusan kalian terhimpun pada satu orang laki-laki (seorang Khalifah), dia (orang yang datang itu) hendak memecah kesatuan kalian dan menceraiberaikan jamaah kalian, maka bunuhlah dia.” (HR. Muslim)

Dalam Piagam Madinah (Watsiqah Al-Madinah) disebutkan identitas Umat Islam sebagai umat yang satu :

“Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Ini adalah kitab (perjanjian) dari Muhammad Nabi SAW antara orang-orang mu`min dan muslim dari golongan Quraisy dan Yatsrib…: ‘Sesungguhnya mereka adalah umat yang satu (ummah wahidah), yang berbeda dengan orang-orang lain …” (Lihat Sirah Ibnu Hisyam, Juz II hal. 119).

Nash-nash seperti di atas dengan jelas menunjukkan adanya kewajiban umat untuk bersatu, di bawah satu negara Khilafah. Tidak dibenarkan umat memiliki lebih dari seorang khalifah (imam). Abdurrahman Al Jaziri menjelaskan pendirian empat imam madzhab yang saleh sebagai berikut:

“Para imam (Abu Hanifah, Malik, Asy Syafi’i, dan Ahmad) –rahimahumulah— bersepakat pula bahwa Umat Islam tidak boleh pada waktu yang sama di seluruh dunia mempunyai dua Imam (Khalifah), baik keduanya sepakat maupun bertentangan.” (Abdurrahman Al-Jaziri, Al- Fiqh ‘Ala Al-Madzahib Al-Arba’ah, Juz V/308).

Berdasarkan hal ini, sudah saatnya Umat Islam menyadari kontradiksi nasionalisme dengan norma Islam di atas. Mereka hendaknya menyikapi nasionalisme dengan tegas, yaitu membuang nasionalisme ke tempat sampah. Sebab nasionalisme memang ide najis (kufur) dan terbukti tidak ada gunanya bagi umat Islam. Apa gunanya ide yang absurd dan kosong ? Apa gunanya ide yang membuat umat Islam terpecah-belah ? Apa gunanya ide yang membuat kita terus dijajah dan dieksploitir oleh kaum penjajah yang kafir ?

Karena itu, sekali lagi marilah kita buang nasionalisme yang destruktif itu ! Mari kita kuburkan nasionalisme yang hanya melanggengkan penjajahan kafir atas kita ! Marilah kita kembali kepada ajaran Islam yang murni, yakni kembali kepada ikatan (rabithah) keimanan, bukan ikatan nasionalisme yang palsu dan rapuh. Marilah kita berusaha untuk mewujudkan ikatan yang suci itu dalam bentuk satu institusi politik pemersatu umat Islam di seluruh penjuru dunia, yakni negara Khilafah Islamiyah.

Oleh karena itu Malaysia Indonesia, BERSATULAH, Mari kita bersama sama menegakkah Khilafah, yang pernah di janjikan Rasulullah : “Kemudian akan kembali adalah masa Khilafah yang mengikuti jejak kenabian (Khilafah ’ala minhaj an-nubuwwah). Kemudian beliau (Nabi) diam.” [HR Ahmad dan Baihaqi dari Nuâman bin Basyir dari Hudzaifah]

Hentikan segala upaya, yang bisa merosak persaudaraan dan persatuan kita sebagai Ummat Islam

Tiada Kemuliaan Tanpa Islam, Tiada Islam Tanpa Syariah, Tiada Syariah Tanpa Tegakkanya Daulah Khilafah !! Allohu Akbar !!

Label:

 
posted by Gerakan Mahasiswa Pembebasan Kom. UNM at 11.30 | Permalink |


1 Comments: