Minggu, 25 Mei 2008
Pemerintah tidak berhati nurani dengan menaikkan BBM
Ya Allah, siapa saja yang menjadi pengatur urusan umatku, kemudian ia membebani mereka, maka bebanilah ia. (Doa Rasulullah saw.)

“Pemerintah Keterlaluan,” demikian headline sebuah media nasional yang mengkomentari kenaikan BBM 1 Oktober tahun 2005. Pernyataan yang sama kita tujukan kepada pemerintah sekarang ini. Tanpa peduli kesulitan rakyat, pemerintah ngotot tetap menaikkan BBM.

Dampak kenaikan ini tidak perlu diperdebatkan lagi. Sudah banyak pengamat yang mengatakan bahwa naiknya BBM akan menambah jumlah orang miskin. Harga-harga langsung meroket naik, biaya tranportasi pun meningkat, buruh terancam PHK massal. Pemerintah tampaknya tidak mau tahu. Mereka sudah buta mata, buta telinga, dan—yang paling menyedihkan—buta nurani.

Berbagai cara dilakukan Pemerintah yang tak bernurani ini untuk menenangkan masyarakat. Senjata utamanya adalah subsidi langsung. Pemerintah membagi-bagikan uang sebesar Rp 100.000 perbulan. Apakah ini menyelesaikan persoalan? Tentu saja tidak! Rp 100.000 perbulan (yang berarti Rp 3000 perhari) tidak akan cukup, mengingat biaya hidup meningkat berlipat-lipat. Ryas Rasyid dalam diskusi dengan HTI menggambar BLT seperti seorang yang dipukul habis-habisan sampai babak belur, supaya tidak nangis dia diberikan permen. Rakyat akan semakin menderita, untuk membujuk rakyat diberikan Rp 3000 perhari.

Jelas, kebijakan ini sangat zalim. Padahal masih banyak cara yang bisa digunakan oleh Pemerintah tanpa harus mengorbankan rakyat. Pemerintah, misalnya, bisa mengenakan pajak yang sangat tinggi terhadap orang-orang kaya yang berpenghasilan lebih dari Rp 5 juta, atau mengenakan pajak tambahan terhadap rumah-rumah mewah para pejabat yang harganya di atas 500 juta, demikian juga yang mempunyai mobil mewah lebih dari satu. Apa susahnya membuat kebijakan seperti ini. Pemerintah juga bisa saja menunda pembayaran utang plus bunga (APBN 2008) yang jumlahnya 151,2 trilyun. Pemerintah juga bisa menyita harta koruptor yang jumlahnya lebih dari Rp 200 triliun. Pemerintah juga bisa mengambil alih tambang emas, perak, minyak dan batu baru yang sekarang dikuasai oleh asing. Karena semuanya adalah pemilikan umum yang merupakan hak rakyat, tapi sekarang lebih dari 80 persen dikuasai asing. Akan tetapi, kebijakan ini malah tidak diambil oleh Pemerintah.

Kami berani mengatakan, kebijakan ini merupakan upaya sistematis untuk membunuh rakyat. Sebab, dengan kebijakan ini, akan semakin banyak rakyat yang meregang nyawa karena kemiskinan; akan semakin banyak anak-anak yang sakit karena orangtuanya tidak mampu memberikan gizi yang baik, juga karena kemiskinan; dan akan semakin banyak orang miskin yang sulit ke rumah sakit karena biaya rumah sakit yang semakin tidak terjangkau oleh mereka. Ini bukanlah persoalan main-main. Ini adalah tindakan pembunuhan terhadap rakyat yang termasuk dosa besar. (Lihat: QS an-Nisa’ [4]: 93).

Mengapa Pemerintah mengeluarkan kebijakan ini? Tidak lain, demi mematuhi tekanan negara-negara imperialis melalui IMF, yang telah memaksa Pemerintah untuk melakukan liberalisasi ekonomi, termasuk migas. Seperti yang diungkap Kepala Pusat Studi Ekonomi Pancasila Universitas Gadjah Mada (UGM), Revrisond Baswir kepada Tempo Interaktif (2/10/2005), kenaikan harga BBM tersebut hanyalah bagian dari target liberalisasi sektor migas yang akan melepas harga minyak domestik ke pasar dunia. “Kenaikan ini hanya sebagian saja dari proses menuju liberalisasi tadi dan Pemerintah selangkah lagi dalam agenda tersebut,” kata Baswir. Ia juga memperkirakan, Pemerintah masih akan menaikkan harga BBM, karena harga yang sekarang pun masih di bawah harga pasar. Menurutnya, Pertamina sudah akan kehilangan izin PSO (public service obligation)-nya, dan akhirnya di sektor hilir migas akan masuk pengecer BBM lainnya di Indonesia seperti Exxon, Caltex, dan sebagainya.

Seperti kehilangan akal, Pemerintah juga memanfaatkan berbagai cara untuk melegalkan kedzolimannya. Media massa pun diduga ditekan agar tetap pro kenaikan BBM. Para ekonom dibeli untuk melakukan analisis yang pro kenaikan BBM. Para menteri pun harus beriklan di TV yang biayanya pastilah mahal.

Nasihat sabar disampaikan kepada masyarakat. Memang, keharusan bersabar saat mengalami kesulitan merupakan perintah Allah Swt. Namun, bukankah Allah Swt. juga memerintahkan kepada kita, tentu juga kepada ulama , untuk tidak berdiam terhadap kebijakan penguasa yang menyengsarakan rakyat. Lalu mengapa penguasa itu tidak dinasihati, padahal diam terhadap kemungkaran penguasa adalah dosa besar, apalagi jika ada kemampuan dan kesempatan untuk menasihatinya.

Bagi kita, pemerintah dzolim produk kapitalis ini, tidak boleh dibiarkan menyengsarakan rakyat. Kita harus melakukan perlawanan. Bukan semata-sama perlawanan terhadap antek-antek kapitalis yang berkuasa, tapi perlawanan terhadap sistem kapitalis yang menjadi pangkal penderitaan rakyat. Karenanya, kita harus bersungguh-sungguh, bahkan ekstra bersungguh-sungguh untuk memperjuangkan syariah dan Khilafah. Sistem inilah yang akan menghentikan kedzoliman sistem kapitalis yang membuat rakyat menderita ini. Sekali lagi , hanya syariah dan Khilafah.

Terakhir, kita mengingatkan kepada Pemerintah, hendaklah segera bertobat kepada Allah Swt., dan segera mencabut kebijakan yang menyengsarakan rakyat ini! [Farid Wadjdi].

Label:


Baca Selengkapnya!
 
posted by Gerakan Mahasiswa Pembebasan Kom. UNM at 10.26 | Permalink | 2 comments