Jumat, 07 September 2007
Kisah Penderitaan Dari Guantanamo
Muslim yang di penjara kepulauan Karibia itu diperlakukan laksana hewan. Sementara hak-hak agama mereka dilecehkan. Tapi mahkamah Tuhan kelak mencatatnya

Hampir setahun disekap seperti binatang, Moazzam Begg dikeluarkan dari Guantanamo. Warga Inggris itu ditangkap di Afghanistan saat melakukan berbagai kegiatan kemanusiaan untuk membantu bangsa yang terus-terusan berusaha dijajah orang itu. Tanpa proses hukum apa-apa ia disekap dan dibawa ke penjara itu selama hampir 2 tahun ini.

“Sampai hari ini, saya masih belum tahu, kejahatan apa yang saya lakukan. Saya mulai kalah melawan depresi dan keputusasaan,” katanya sesudah bebas. Menurut pengacaranya, Clive Stafford Smith, akhirnya kliennya memang “mengaku” terlibat rencana-rencana Al-Qaidah untuk ikut menyiapkan pesawat yang akan diledakkan, dan menyebarkan virus Anthrax di gedung parlemen Inggris. Namun, Smith yang membela semua warga Inggris di Guantanamo, menegaskan pengakuan itu terpaksa dilakukan.

"Jika Anda disekap sendirian selama berbulan-bulan, Anda akan melakukan apa saja agar bisa keluar,” katanya. “Bagian dari ‘Dunia Ajaib Alice’ ini, jika Anda ingin segera dibawa keluar untuk diadili, dan didampingi pengacara, maka Anda harus mengaku bersalah dulu.”

Moazzam termasuk enam orang pertama yang dikeluarkan dari Guantanamo, dan mendapat kepastian akan diadili. Kepastian untuk diadili adalah sejenis harta karun termahal di Guantanamo. “Kami pernah diberi tahu, semua yang masuk ke sana akan mendekam selama 150 tahun,” kata Suleiman Shah, 30 tahun, bekas pejuang Thaliban dari Kandahar yang sempat merasakan Guantanamo selama 14 bulan. Mungkin saja ungkapan itu merupakan intimidasi dari interogator, tapi efektif.

"Saya pernah mencoba bunuh diri,” ujar Shah Muhammad, 20 tahun. Pemuda Pakistan ini ditangkap di utara Afghanistan Nopember 2001, lalu diserahkan kepada serdadu Amerika dan diterbangkan ke Guantanamo January 2002. "Empat kali saya mencoba bunuh diri, karena jijik dengan hidup saya.”

"Bunuh diri bertentangan dengan Islam," tambahnya, "tapi hidup di sana sangat sengsara. Banyak yang melakukannya. Mereka memperlakukan saya sebagai penjahat, padahal saya tidak bersalah. " Shah Muhammad sudah dilepas dan dikembalikan ke Afghanistan. Tentu saja ia akan terus di bawah pengawasan intelijen.

Dalam waktu 18 bulan sejak kamp tahanan itu dioperasikan Januari 2002, sudah terjadi lebih dari 28 kali usaha bunuh diri, tidak satupun berhasil, tapi satu orang diantaranya kini masih koma dengan jaringan otak yang rusak.

Pangkalan militer di Teluk Guantanamo itu luasnya 117 km per segi. Di dalamnya ada “Penjara Delta” atau biasa juga disebut “Kamp Sinar-X” yang merupakan instalasi militer AS di kepulauan yang menyatu dengan Kuba itu. Meskipun sepenuhnya dikendalikan AS, tanah di ujung timur Kuba itu sendiri sebenarnya bukan milik resmi AS. Sejak tahun 1903, kedua negara “bersepakat” memberikan AS otoritas penuh untuk mangkal di situ dengan membayar 2.000 keping emas setiap tahunnya, kini setara US$ 4.085, tak peduli inflasi tak peduli rezim berganti, sampai kiamat harganya tetap segitu.

Jumlah seluruh tahanan yang ada di dalam “Kamp Sinar-X” hingga kini 660 orang berasal dari 44 negara, semua terkait dengan tuduhan sebagai bagian dari terorisme internasional. Sebagian besar adalah pejuang Thaliban yang ditangkap di Afghanistan berasal dari berbagai bangsa, terutama Pakistan dan Afghan.

Proses hukum

Setelah dua tahun disekap tanpa proses pengadilan, David Hicks, satu dari dua warga Australia di Kamp Sinar-X akhirnya ditekan untuk mengaku terlibat dalam konspirasi terror. Pentagon secara resmi mengutus penasihat hukum militer Mayor Michael Mori, untuk mendesak pemuda berusia 28 tahun itu untuk mengaku saja. Jika tidak, tak akan pernah ada pengadilan.

Pengacara Hicks dari Australia Stephen Kenny, pernah mengatakan kepada para wartawan di New York: “Kalau kesepakatan itu terjadi, saya menduga kami akan berhadapan dengan komisi militer. Tapi jika Hicks menolak, maka ia kehilangan kesempatan keluar dari sana dan diadili.”

Kenny, merupakan pengacara sipil pertama yang diberi kesempatan mengunjungi Teluk Guantanamo, dan mengaku berjumpa dengan Hicks selama 5 hari berturut-turut. Pengacara yang mewakili keluarga Hicks sejak akhir 2001 ini tidak menjalankan fungsinya untuk memproses secara hukum. Ia hanya jadi semacam konsultan bagi Mayor Mori yang misinya lebih jelas: mendesak Hicks mengakui sesuatu yang selama ini ditolaknya, yaitu keterlibatan dalam gerakan terorisme. Kenny tidak diperkenankan menjumpai warga Australian lain yang juga di penjara itu, Mamdouh Habib.

Sebagaimana sebagian besar tahanan di sana, Hicks ditangkap oleh pasukan Aliansi Utara di Afghanistan Desember 2001, lalu dijual kepada militer AS, dan diterbangkan —dengan mata mulut telinga tertutup, tangan dan kaki terikat erat— ke penjara ini Januari 2002. Selama dua tahun, Hicks terus-terusan diinterogasi oleh serdadu militer AS, dan tidak diberi kesempatan menghubungi keluarga dan pengacara.

Kegiatan sehari-hari

Seluruh tahanan baru di Guantanamo masuk dulu ke Kamp Tiga, unit dengan tingkat keamanan tertinggi. Sel-sel di unit ini berukuran 2 x 2,4 meter, dilengkapi kloset jongkok, wastafel logam, dan alas tidur yang menyatu permanen dengan dinding kawatnya.

Setiap tahanan baru langsung mendapat jatah celana pendek, celana panjang, dan dua kaos, semua berwarna oranye menyolok, alas kaki untuk mandi, handuk, pasta gigi, sampo, sajadah, topi haji warna putih, sebuah Al-Quran, dan alas tidur tanpa bantal.

Dua kali seminggu, para tahanan diberi jatah 20-30 menit untuk mandi dan gerak badan. Menurut laporan TIME, para serdadu AS penjaga bercerita, bahwa para tahanan menghabiskan sebagian besar waktunya dengan membaca Al-Quran dan menghadapi interogasi. Sebuah tanda panah kecil menunjuk arah qiblat; dan adzan dikumandangkan lima kali sehari lewat pengeras suara ke seantero penjara. Fasilitas-fasilitas terakhir ini diberikan setelah beberapa tahanan melakukan mogok makan selama lima hari.

Bekas tahanan asal Pakistan Salahuddin mengisahkan, sebagain tahanan yang bisa berbahasa Inggris mencoba memperkenalkan Islam kepada para serdadu AS yang menjaganya. “Sebagian dari mereka ada yang tertarik juga, bahkan mulai belajar mengeja Quran,” katanya.

Para penjaga melakukan patroli ke seantero penjara yang meliputi 48 unit sel, dengan rute yang diatur sedemikian rupa agar bisa melirik setiap sel tiap 30 detik. Serdadu wanita merasa pekerjaan menjaga penjara ini lebih berat dibanding para prianya. “Bikin stres! Kebanyakan para tahanan menolak melihat wanita, dan bahkan seperti enggan menerima makanan jika kami [serdadu wanita] yang mengantar,” kata Rebecca Ishmael.

Beberapa penjaga mengaku pernah dilempari kotoran oleh para tahanan. Sebaliknya, para tahanan punya banyak cerita mengerikan tentang hukuman yang mereka terima. Mohammed Sagheer, 52 tahun, seorang da’i Pakistan yang telah dikeluarkan dari Guantanamo mengajukan tuntutan hukum kepada pemerintah AS karena telah “memenjarakan dirinya tanpa alasan”. Ia menuntut ganti rugi sebesar US$ 10,4 juta dan menuduh para penjaga Guantanamo menggunakan obat untuk mengendalikan para tahanan.

“Mereka kasih kita tablet yang akan membuat kita tak sadar. Saya sembunyikan tablet-tablet itu di bawah lidah, lalu membuangnya begitu penjaga tidak melihat,” katanya. Sagheer mengaku dua kali dihukum di sel isolasi yang gelap karena meludahi penjaga, yang menurutnya telah memprovokasinya dengan melempar Qur’an dan memukulinya.

Jika berkelakuan baik, para tahanan akan dipindah ke Kamp Dua, lalu, Kamp Satu, dengan harapan mendapat fasilitas baru yang lebih manusiawi. Air mineral dalam botol, waktu yang lebih lama untuk mandi dan gerak badan. Tidak lagi berpakaian oranye menyala, para tahanan diberi kaos, gamis, dan topi serba putih.

Beberapa organisasi HAM mengangkat keadaan di penjara Teluk Guantanamo itu juga mengenai status hukum para tahanan yang tidak jelas. Pihak militer Amerika terus menerus menolak status mereka sebagai tawanan perang, walaupun sebagian besar ditangkap di medan pertempuran di mana mereka hanya punya satu pilihan, menjalankan perintah atau mati. Selama masih berada di Guantanamo, seorang tahanan tidak akan pernah mendapatkan hak untuk didampingi pengacara. Ini memang hukum perang rimba. Sebagian besar sudah berada di penjara itu hampir 2 tahun ini.

Setelah dibombardir tekanan dari berbagai pihak, akhirnya beberapa fasilitas yang lebih “manusiawi” kabarnya kini sudah ditempatkan di Guantanamo. Yang paling merasakannya diantaranya tiga orang tahanan berusia ABG, antara 13-15 tahun, yang ditempatkan di luar penjara “Kamp Sinar-X” tepatnya di salah satu bekas cottage perwira di Kamp Iguana. Pemandangannya menghadap laut. Di dalamnya terdapat dua kamar tidur yang masing-masing berisi dua ranjang, dan ruang santai dilengkapi teve dan video-player. Dapurnya dilengkapi kulkas yang selalu disuplai dengan buah-buahan dan makanan ringan. Demikian ditulis TIME.

Diantara para penjaga tahanan ABG itu adalah Sersan ‘P’, yang sebagaimana sebagian besar penjaga lainnya menutupi nama di dada kanannya dengan silotip, sehingga para tahanan tak akan pernah bisa mengidentifikasi mereka sampai kapanpun. Sersan ‘P’ ini bahkan menolak nama belakangnya ditulis oleh wartawan yang mewawancarainya.

Bila tidak sedang menjadi tentara, Sersan ‘P’ bekerja sebagai guru sekolah menengah. Ia dipilih bersama lainnya dan diwajibmiliterkan karena punya pengalaman kerja menangani remaja. “Kami mengajarkan mereka matematika dan sains,” katanya. “Para ABG itu cepat sekali belajar bahasa Inggris. Kami main sepakbola, voli, dan kehilangan beberapa bola yang jatuh ke laut.” Bekas cottage yang ditempati tahanan ABG itu halamannya di tepi jurang yang langsung berbatasan dengan laut.

Kepada TIME para perwira penjaga mengatakan kebanyakan tahanan malah bertambah gemuk sejak mereka tiba di penjara ini. Di dapur penjara, di mana makanan untuk tahanan dimasak bersama makanan untuk para penjaga terdapat berkardus-kardus pisang dan rotu pita (makanan khas Afghan, Pakistan) siap disajikan. Roti, susu, sayur-mayur dan buah –pisang, apel, pir atau kurma—selalu ada dalam daftar menu. Para jurumasak banyak menggunak an bumbu kari –sarapan pagi kari telor, makan malam ayam kari bakar.

Jalan panjang

Gambar-gambar yang sangat mengagetkan dunia, mengenai bagaimana para tahanan diperlakukan beredar di awal tahun 2002 silam. Kondisi mereka lemah, dalam pakaian oranye yang menyala, mata, mulut, dan telinga disekap, kedua tangan dan kaki dirantai. Sel-selnya seperti kandang ayam. Kawat-kawat berduri melintang ke sana kemari siap merobek kulit dan daging.

Tak ada yang tahu pasti dan merasakan apa yang sekarang terjadi di dalam penjara. Yang jelas hingga hari ini status hukum mereka belum kunjung jelas. Banyak diantara mereka hanya menjadi komoditi para penguasa perang di Afghanistan Utara, dijual ke militer Amerika, seperti yang dialami Ustadz Abubkar Baasyir di tingkat lokal Indonesia.

Sementara semua proses fana ini berlangsung, Mahkamah Yang Maha Agung terus mendengar, mencatat, dan akan menyiapkan pengadilan yang sesungguhnya kelak.

Sumber : Hidayatullah.com

Label:

 
posted by Gerakan Mahasiswa Pembebasan Kom. UNM at 12.23 | Permalink |


1 Comments: