Kampus merupakan salah satu miniatur masyarakat kecil. Di dalamnya terdapat anggota masyarakat yang cukup heterogen, mulai dari pedagang, karyawan, dosen, dan tentunya mahasiswa. Atau dari segi suku, di dalam kampus tentunya tidak hanya ada satu suku yang mendiaminya, ada banyak suku. Demikian pula dari segi agama, masyarakat sebagian besar kampus memiliki agama yang berbeda-beda. Heteregonitas ini mengharuskan kita agar dapat berkomunikasi dengan siapa saja sesuai dengan kapasitas siapa yang yang kita hadapi.
Di dalam Al Quran, Allah mengingatkan kepada seluruh manusia, apapun sukunya, apapun bangsanya, atau statusnya:
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. Al Hujarat : 13)
Dengan kata lain, ayat diatas bisa diartikan bahwa Allah menciptakan manusia demikian heterogen bukan untuk menunjukkan suku/bangsa/status mana yang paling mulia, dan bukan untuk saling beradu domba. Allah meluruskan bahwa heteregonitas itu adalah agar kita saling mengenal, dan ketaqwaanlah yang menjadi barometer kemuliaan seseorang di sisi Allah SWT. Dan kita tahu bahwa ketaqwaan itu hanya mungkin diraih bila seseorang itu berserah diri kepada Allah (baca: beragama Islam).
Berkaitan dengan saling mengenal, ada agenda tahunan yang diadakan oleh kampus, yaitu penyambutan mahasiswa baru. Ada mahasiswa baru, berarti ada proses saling perkenalan secara massal. Dan kehadiran mahasiswa baru inilah yang membedakan kampus dengan model masyarakat kecil lainnya. Dan tidak sembarang orang dapat mendapat gelar mahasiswa, Kedatangan mahasiswa baru selalu ada setiap tahun, sedangkan dalam model masyarakat lainnya mungkin tidak demikian. Kehadiran mahasiswa baru umumnya disambut oleh kegiatan kampus yang biasa disebut sebagai ospek.
Ospek di Indonesia, dikalangan mahasiswa, sudah terlanjur dikonotasikan dengan kegiatan perpeloncoan. Di dalam sebuah ospek hampir selalu ada yang namanya mengerjai anak baru, hukuman dan penindasan. Bahkan ada yang mencapai pada taraf benturan fisik, misalnya ketika sampai jatuhnya korban nyawa mahasiswa di beberapa perguruan tinggi, misalnya di IPDN, bahkan kekerasan di IPDN, sudah tidak dapat di toleransi lagi, dan banyak pihak yang mengnginkan agar IPDN di bubarkan saja . Bahkan setelah ospekpun kadang rawan dengan tawuran antar mahasiswa, dan ini pernah terjadi, misalnya di Univesitas Negeri Makassar (UNM), seperti yang pernah ramai diberitakan media massa, tentu pihak kampus sendiri sangat tidak menghendaki hal ini.
Oleh karena itu, mari kita tolak Ospek yang identik dengan kegiatan perpeloncoan..!!!!
Ospek tersebut dilakukan dengan alasan agar mahasiswa baru lebih mengenal kampusnya, mengenal seniornya, lebih akrab, dan sebagainya. Peraturan yang sering timbul di dalam ospek adalah 1. Kakak senior selalu benar. 2. Jika kakak senior salah, maka lihat peraturan nomor satu. Dan setelah ospek berakhir, biasanya mahasiswa baru diwajibkan membentuk kepanitiaan untuk mengadakan malam inagurasi (untuk keakraban). Tujuannya mungkin bagus untuk keakraban, tapi kenyataannya seringkali tidak lebih dari penghambur-hamburan uang dan foya-foya. Demikianlah ospek yang tidak mendidik, kadang lebih cenderung mencerminkan gaya-gaya anarkis dan militerisme. Sungguh kontradiksi dengan demo-demo mahasiswa yang seringkali bersuara tolak militerisme dan anarkisme. Sunnguh selayaknya kita mengatakan menolak Ospek, karena bertentangan dengan harkat dan martabat manusia
Sebagai mahasiswa yang intelektual dan berakal sehat, harus memandang kehadiran mahasiswa baru dari sisi positifnya. Dan sebagai mahasiswa yang bermoral, kita harus memandang mahasiswa baru sebagai generasi yang harus diselamatkan, aqidahnya, ibadahnya, akhlaqnya, dan intelektualitasnya.
Kedatangan mereka yang setiap tahun ini sebenarnya memudahkan lembaga dakwah kampus untuk mengatur agenda-agendanya, terutama dalam hal usaha memberi pencerahan kepada setiap generasi (baca: dakwah untuk setiap angkatan) di kampus.
Bagi kita, mahasiswa baru bukanlah sebagai korban baru yang siap dikerjai. Kehadiran mereka memiliki arti positif bagi kita. Paling tidak ada beberapa point, arti pentingnya mahasiswa baru, yaitu sebagai berikut:
1. Mahasiswa baru berarti objek dakwah baru
Mungkin ini merupakan salah satu kelebihan dakwah kampus dengan wilayah dakwah lainnya. Betapa tidak, karena setiap tahun kita dianugerahi oleh Allah SWT ratusan bahkan ribuan objek dakwah baru. Objek dakwah baru berarti ladang dakwah baru, ladang amal. Prospek meraih pahala dan ridho-nya sangat besar di sini. Satu orang saja mendapatkan hidayah Allah SWT karena kita, maka ingatlah kabar gembira dari Rasulullah berikut ini:
Demi Allah, barang siapa yang dengan usahanya menyebabkan Allah menurunkan hidayah maka baginya itu lebih baik dari unta merah. (HR. Bukhori-Muslim). Dan dalam riwayat lain disebutkan : "Bila Allah memberikan hidayah pada sesorang disebabkan diri kita, maka itu lebih bagus dari dunia dan segala isinya".
Atau di hadits lain, Rasulullah bersabda:
"Barangsiapa yang mengajak (seseorang) kepada petunjuk (kebaikan), maka baginya pahala seperti pahala orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun" (HR. Muslim, No. 2674.)
Maka bagi mahasiswa senior yang ingin mendapat ridho-Nya, tentu tidak akan menyia-nyiakan kesempatan besar ini.
2. Mahasiswa baru ibaratkan tamu
Setiap angkatan baru bisa diibaratkan sebagai tamu yang berkunjung. Setiap tamu yang datang tentu harus kita layani. Maka sudah barang tentu aktivitas pelayanan kepada mahasiswa baru harus digiatkan. Misalnya jika mereka membutuhkan tempat kost, tunjuki tempat kost yang bagus, yang kondusif untuk tempat tinggal, kondusif untuk belajar, kondusif untuk aqidahnya, ibadahnya, dan akhlaqnya. Jika kita punya buku kuliah yang sudah tidak terpakai lagi, mungkin bisa dipinjamkan kepada mereka. Kelak buku kuliah ini akan terus turun temurun kepada adek-adek di bawah mereka (selama kurikulumnya masih relevan). Atau jika mereka butuh modul-modul / form praktikum, biasanya kita punya contohnya yang bisa dicopy.
Tunjuki pula mereka tempat-tempat yang nyaman untuk belajar. Misalnya laboratorium, perpustakaan, acara-acara seminar yang kita adakan, dan sebagainya. Dan tentunya tunjuki mereka dimana tempat ibadah, masjid atau mushola di kampus. Ajak mereka beribadah ketika adzan berkumandang. Stiker, pembatas buku, loose leaf, dan sebagainya yang berisi nasehat-nasehat, mungkin bisa juga diberikan kepada mereka agar terus ingat. Begitulah kira-kira gambaran sekilas melayani mahasiswa baru. Masih banyak lagi yang bisa kita lakukan untuk mereka.
Intinya, berikan mereka servis yang menarik dan menggugah jiwa agar mereka merasa at home dan nyaman. Selain itu berikan dorongan semangat, motivasi, petunjuk, arahan dan berbagai kemudahan dan fasilitas lainnya.
3. Mahasiswa baru berarti generasi penerus
Generasi penerus menjadi perhatian besar dalam kebangkitan Islam. Karena usia dakwah ini tidak terkait dengan usia seorang manusia, dia akan terus berjalan tanpa kita atau dengan kita. Dan kita bukanlah orang yang hanya bisa menonton, menyaksikan Islam berkembang begitu saja. Kita harus punya andil, salah satunya adalah kita harus memastikan bahwa disetiap generasi ada penerus yang bisa melanjutkan dakwah ini. Hubungan antara kita dengan mahasiswa baru harus dibina dengan baik. Sebarkan salam. Yang muda menghormati yang tua, dan yang tua menyayangi yang muda. Nabi Muhammad SAW bersabda:
Bukan golongan kami orang yang tidak menghormati yang tua dan menyayangi yang muda dari kami.
Para nabi dan para dai itu punya harapan besar kepada generasi penerusnya. Banyak potongan ayat di Al Quran yang memperlihatkan betapa mesranya hubungan mereka dengan anak-anak mereka yang nantinya akan menjadi penerus dakwah itu. Misalnya Luqman Al-Hakim yang memanggil anaknya dengan panggilan paling mesra Ya Bunayya kepada anaknya (QS. Luqman: 13-16-17). Begitu juga panggilan Nabi Syu`aib kepada anaknya Yusuf (QS. Yusuf : 5, 67-87). Panggilan Nabi Ibrahim kepada anaknya Ismail (QS. Ash-Shaffaat: 102). Panggilan Nabi Nuh kepada anaknya (QS. Hud : 42). Semua memanggil generasi penerusnya dengan panggilan yang baik.
Sapaan seperti itu jauh dari kesan otoriter, sombong atau sok kuasa. Dan sapaan seperti itu lebih mencerminkan kemesraan dan hubungan psikologis yang sangat intim antara keduanya.
Jadi, sapa lah mereka dengan sapaan yang baik. Ajak mereka dalam aktivitas- aktivitas keislaman, aktivitas ilmiah, dan aktivitas reformasi, mulai dari reformasi diri sendiri agar menjadi lebih baik, hingga mereformasi negeri ini agar semakin adil dan sejahtera. Kita harus bisa mencari bibit-bibit unggul yang siap memanggul amanah suci ini, yang intelektual, dan yang siap menyuarakan kebenaran dengan lantang, walaupun itu dihadapan penguasa yang zalim. Inilah salah satu pentingnya tarbiyah di kampus.
4. Mahasiswa baru berarti akan menjadi saudara seperjuangan
Masuknya mahasiswa baru, berarti akan ada penambahan baru dalam barisan dakwah. Oleh karena itu mereka adalah saudara-saudara seperjuangan. Mereka adalah saudara se-Islam, se-Iman. Hubungan antar saudara sesama muslim adalah hubungan persaudaraan yang melebihi persaudaraan lainnya. Hubungan seperti ini adalah hubungan ishlah, damai, tentram dan mesra. Allah SWT berfirman:
Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat. (QS. Al-Hujurat : 10)
Demikianlah beberapa arti penting mahasiswa baru bagi kita. Mari kita sambut mahasiswa baru, dengan salam dan senyuman, dengan slogan ahlan wa sahlan "kusambut adinda dengan salam dan senyuman". []
Label: Gagasan Seputar Problematika Ummat Dengan Sudut Pandang Islam
Baca Selengkapnya!